100 Tahun Rohingya Dalam Kesengsaraan Tanpa Batas

Puluhan tahun sudah penduduk muslim Rohingya hidup terlunta-lunta dalam bayang-bayang ketakutan. Mereka tinggal di wilayah Arakan, bagian dari Rakhine- di Myanmar Barat yang berbatasan langsung dengan Bangladesh.

Rohingya berasal dari kata Rohai atau Roshangee yang berarti penduduk muslim Rohang atau Roshang, sebutan untuk daerah tersebut sebelum dinamai Arakan. Sejak 1942 mereka mengalami upaya pengusiran dari wilayah Arakan.

Saat itu terjadi pembantaian muslim Rohingya oleh pasukan pro Inggris. Sedikitnya 100 ribu muslim Rohingya tewas dan ribuan desa hancur dalam tragedi tersebut. Sejak itu muslim Rohingya hidup dalam ketakutan. 

Komunitas muslim mendiami wilayah Arakan (kini Rakhine) pada abad XIV. Tepatnya di Kerajaan Mrauk U yang dipimpin oleh raja Buddhis bernama Narameikhla atau Min Saw Mun. Sebelumnya, selama 24 tahun, Narameikhla diasingkan di kesultanan Bengal. Atas bantuan Sultan Bengal yang bernama Nasirudin, dia mendapatkan takhta di Arakan.

Kesultanan Bengal adalah sebuah kerajaan Islam pada abad pertengahan yang didirikan di Bengal pada 1342. Daerah kekuasaan kesultanan ini mencakup wilayah negara Bangladesh saat ini, India bagian Timur, dan bagian Barat Myanmar.

Setelah mendapat takhta di Arakan, Narameikhla mengucapkan Syahadat dan ganti nama jadi Suleiman Shah. Dia kemudian membawa orang-orang Bengali untuk membantu administrasi pemerintahannya. Lalu terbentuklah komunitas Muslim pertama di Arakan kala itu.

Pada 1420, Arakan memproklamirkan diri sebagai kerajaan Islam merdeka di bawah Raja Suleiman Shah. Kekuasaan Arakan yang Islam itu bertahan hingga 350 tahun. Pada 1784, Arakan kembali dikuasai oleh Raja Myanmar. Tahun 1824, Arakan menjadi koloni Inggris. Sejak itulah populasi Islam di kawasan Arakan perlahan-lahan berkurang.

Orang Rohingya bukan satu-satunya kelompok etnis yang beragama muslim di Myanmar. Mereka ada yang keturunan Arab, Moor, Pathans, Moghuls, Bengali dan Indo-Mongoloid. 

Sejak awal 1950-an, sebagian kaum Muslim di bagian Arakan atau Rakhine mengklaim diri mereka sebagai sebuah kelompok etnis yang berbeda dan terpisah. Mereka mengidentifikasikan diri sebagai Rohingya.
Mereka mengklaim, Rohingya sudah ada di Rakhine atau Bruma sejak generasi terdahulu. Namun, klaim tersebut tidak berhasil. Mereka tidak mendapatkan pengakuan dari Myanmar dan keberadaannya diperdebatkan oleh kaum Buddha yang merupakan mayoritas di negara tersebut. Begitulah penjelasan singkat soal Rohingya menurut Jacques P Leider dalam tulisannya bertajuk Rohingnya: The Name, The Movement, and The Quest for Identity.

Presiden Arakan Rohingya National Organisation (ARNO), Nurul Islam, mengatakan Rohingya telah tinggal sejak dahulu kala. Mereka merupakan orang-orang dengan budaya dan peradaban yang berbeda-beda. Jika ditelusuri, nenek moyang merka berasal dari orang Arab, Moor, Pathan, Moghul, Bengali, dan beberapa orang Indo-Mongoloid. Permukiman Muslim di Arakan telah ada sejak abad ke-7 Masehi.

Rohingya tidak dianggap ke dalam 135 etnis resmi negara tersebut. Mereka juga telah ditolak kewarganegaraannya di Myanmar sejak 1982, yang secara efektif membuat mereka tanpa kewarganegaraan di tempat tinggalnya. 
Sejak1948, tahun kemerdekaan Myanmar, sudah ada sekitar 1,5 juta orang Rohingnya yang meninggalkan tempat tinggalnya. Para pengungsi Rohingya kebanyakan ditemukan di Bangladesh, Pakistan, Arab Saudi, Thailand, dan Malaysia.

Pada tahun itu, ketegangan antara pemerintah Bruma, yang saat ini dikenal sebagai Myanmar, dan Rohingya meningkat. Banyak di antara mereka yang menginginkan Arakan untuk bergabung dengan Pakistan yang mayoritas Muslim. Pemerintah kemudian membalas dengan mengucilkan Rohingya, termasuk menyingkirkan mereka dari posisi pegawai negeri. Pada 1950, beberapa orang Rohignya menolak pemerintah. Pada 1962, Jenderal Ne Win dengan Partai Program Sosialis Burma-nya merebut kekuasaan dan mengambil langkah perlawanan keras terhadap Rohingnya.

Sekitar 15 tahun berselang, pemerintah memulai Operasi Nagamin. Operasi itu ditujukan untuk menyaring penduduk dari orang asing. Lebih dari 200 ribu orang Rohingya melarikan diri ke Bangladesh, di tengah tuduhan pelanggaran yang dilakukan oleh para tentara. Meski mereka membantah melakukan kesalahan. Setahun berikutnya, Bangladesh melakukan kesepakatan dengan Burma di mana Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) sebagai perantaranya. Mereka bersepakat melakukan repatriasi pengungsi dan kala itu sebagian besar orang Rohingnya kembali ke Burma.

Namun pada 1982 Undang-Undang Imigrasi baru yang diberlakukan di sana mendefinisikan orang-orang yang bermigrasi selama pemerintahan Inggris sebagai imigran ilegal. Pemerintah Burma pun menggolongkan orang-orang Rohingya ke dalam golongan tersebut.
Lebih dari 250 ribu pengungsi Rohingya melarikan diri dari apa yang mereka sebut sebagai kerja paksa, pemerkosaan, dan penganiayaan agama oleh tentara Myanmar. Para tentara itu menyebutkan, pihaknya sedang berusaha untuk membawa pesanan ke Rakhine. Kejadian ini terjadi 2 tahun setelah Burma diubah menjadi Myanmar.

Dari 1992 hingga 1997, melalui perjanjian repatriasi lainnya, sekitar 230 ribu orang Rohingya kembali ke Rakhine. Pada 2012, terjadi kerusuhan antara Rohingya dengan kaum Budha di Rakhine yang menewaskan lebih dari 100 orang. Dari jumlah itu, lebih banyak orang Rohingya yang menjadi korbannya. Puluhan ribu orang dibawa ke Bangladesh dan hampir 150 ribu orang dipaksa masuk ke kamp-kamp di Rakhine.


Situasi buruk umat Islam Rohingya terjadi saat Perang Dunia Kedua saat Myanmar (Birma) dijajah Inggris. Selama pemerintahan Inggris dari 1824 -1942 Arakan diizinkan memiliki tingkat otonomi daerah sendiri. Ketika itu Arakan relatif aman dan hanya ada beberapa insiden pemberontakan yang tercatat.

Pada 1942, pasukan Jepang menyerang Birma dan Inggris mundur sehingga menyebabkan kekosongan besar dalam kekuasaan dan stabilitas. Saat itulah terjadi kekerasan komunal antara Muslim Rakhine dan Rohingya. Terjadi pembantaian berikutnya dari kedua belah pihak sehingga memaksa Muslim Rohingya migrasi besar ke Bengal.

Setelah Burma merdeka pada Januari 1948, ketegangan antara pemerintah dengan Muslim Rohingya berlanjut dengan gerakan politik dan bersenjata. Sekitar 13.000 orang Rohingya mencari perlindungan di kamp pengungsian India dan Pakistan. Hal inilah yang menyebabkan mereka ditolak hak warga negaranya untuk kembali ke Birma dan terjadilah penolakan terhadap Muslim Rohingya.

Sejak periode itulah Muslim Rohingya menyandang status manusia tanpa negara. Sejak Birma merdeka pada 1948, Muslim Rohingya dikucilkan dalam hal pembangunan bangsa. Pada 1962 Jenderal Ne Win mensistematiskan penindasan terhadap Rohingya dengan membubarkan organisasi politik dan sosial mereka.

Pasukan pemerintah Birma mengusir ribuan Muslim Rohingya secara brutal disertai pembakaran pemukiman, pembunuhan dan pemerkosaan. Warga Muslim Rohingnya melarikan diri ke Bangladesh untuk mendapatkan perlindungan. Hingga 1978 tercatat lebih dari 200 ribu Muslim Rohingya melarikan diri ke negara itu.

Upaya pengusiran Muslim Rohingya dari wilayah Arakan terus dilakukan pemerinah Birma yang kini menjadi Myanmar. Ribuan Muslim Rohingya berusaha mengungsi ke sejumlah negara. Naas tak semua negara mau menerima mereka. Bangladesh, negara tetanga terdekat juga menolak memberikan suaka kepada Muslim Rohingya.

Data Human Right Watch menyebut antara 2012 hingga 2014 ada 300 ribu warga Muslim Rohingya terusir dari Myanmar. Tahun 2012, muncul gerakan Rohingya Elimination Group yang didalangi oleh kelompok ekstremis 969. Tak kurang dari 200 jiwa dan 140.000 warga Rohingya lainnya dipaksa tinggal di kamp-kamp konsentrasi yang tidak manusiawi.

Selama Agustus kemarin kekerasan kembali dialami Muslim Rohingya. Tak kurang sekitar 18 ribu etnis yang tidak diakui kewarganegaraannya oleh Myanmar mengungsi ke Bangladesh. Pemerintah Myanmar berdalih melakukan operasi militer setelah terjadi serangan kelompok pemberontak ARSA (Tentara Pembebasan Arakan Rohingya) pada Kamis pekan lalu ke pos-pos tentara di Rakhine.

Pengkhianatan oleh Inggris, kesewenang- wenangan para penguasa Myanmar, menjadikan Rohingya etnis tanpa negara sampai sekarang. Kalau boleh sedikit menyitir mahakarya Gabriel Garcia Marquez, mereka bak hidup dalam ”100 Tahun Kesengsaraan”.

Abad Ke-8 sampai Ke-14 Etnis Rohingya mendiami wilayah Kerajaan Arakan yang kini dikenal sebagai Rakhine, Myanmar. Mereka berinteraksi dengan para pedagang Arab, yang membawa mereka mengenal Islam. Di periode
ini terjalin erat hubungan antara Arakan dan Bengal.

1784–1790 Raja Burma Bodawpaya menaklukkan Arakan. Ratusan ribu pengungsi mengalir ke Bengal. Diplomat Inggris Hiram Cox dikirim untuk membantu masalah pengungsi. Dia mendirikan Kota Cox’s Bazar di Bangladesh, tempat Rohingya banyak bermukim sampai kini.

1824–1942 Inggris menjajah Burma, kini menjadi Myanmar. Tapi, pada 1942, Jepang mendepak Inggris dari wilayah kolonial mereka itu.

1945–1948 Inggris membebaskan Burma dari Jepang, dengan bantuan pejuang Burma dan Rohingya. Burma memproklamasikan kemerdekaan pada 1948. Namun, Rohingya merasa dikhianati karena Inggris
tak memberikan otonomi ke Arakan.

1948–1950 Mulai muncul ketegangan antara Rohingya dan pemerintah Burma yang baru merdeka. Rohingya ingin bergabung dengan Pakistan. Pemerintah Burma membalas dengan mengucilkan Rohingya. Muncul kelompok perlawanan Rohingya yang menamakan diri Mujahid.

1962–1977 Jenderal Ne Win mengambil alih kendali pemerintahan Burma pada 1962 dan menerapkan
kebijakan keras kepada Rohingya. Lima belas tahun berselang, junta militer menjalankan Operasi
Nagamin yang menarget warga asing, termasuk Rohingya. Sebanyak 200 ribu warga Rohingya mengungsi ke Bangladesh.

1978–1982 Bangladesh-Burma, dengan dimediatori PBB, menyepakati repatriasi pengungsi pada 1978. Tapi, empat tahun kemudian, Burma mengesahkan UU Imigrasi yang menyatakan semua yang bermigrasi di era kolonialisme Inggris dianggap imigran ilegal. Target utamanya Rohingya.

1991–1997 - Pada 1991, sebanyak 250 ribu warga Rohingya mengungsi untuk menghindar jadi korban perbudakan, pemerkosaan, dan persekusi sektarian oleh militer Myanmar, nama baru Burma sejak 1989. Berdasar kesepakatan repatriasi yang baru, 230 ribu warga Rohingya balik ke Myanmar pada 1992 hingga 1997.

2012 Kerusuhan sektarian mengakibatkan 100 orang meninggal di Rakhine, mayoritas korban Rohingya. Itu memicu gelombang kekerasan dan pengungsian Rohingya ke Bangladesh dan berbagai negara Asia Tenggara.
 
2016–2017 - Kelompok perlawanan Rohingya, Harakah Al Yaqin, membalas dengan menyerang
berbagai pos keamanan, termasuk pada akhir Agustus lalu. Tapi, itu memicu pembalasan dari aparat Myanmar berupa pembunuhan, pemerkosaan, dan pembakaran. (Nukilan)

Comments

Popular Post