Menuju Indonesia Baru
D.N. Aidit (22 Mei 1953)
Sumber: Menudju Indonesia Baru , D.N. Aidit. Djakarta: Jajasan "Pembaruan", 1953.
Pidato untuk memperingati ulang tahun PKI yang ke-33. Diucapkan pada malam tanggal 22 Mei 1953 di Gedung Kesenian, Jakarta
Pengantar Penerbit
Dengan gembira kami terbitkan brosur “Menuju Indonesia Baru" ini,
yaitu pidato pertama yang diucapkan D. N. Aidit sekembalinya di tanah
air dari peninjauan yang setengah tahun lamanya ke luar negeri. Pidato
yang merupakan puncak dari pidato-pidato yang beratus-ratus banyaknya
diucapkan di seluruh Indonesia untuk menyambut ulang tahun PKI yang
ke-33 ini kami anggap penting sekali, karena pidato ini dengan jelas
menunjukkan kepada kita tonggak-tonggak yang pokok dalam sejarah
perjuangan pembebasan bangsa Indonesia, yang selama ini kabur dan
tidak jelas. Pidato ini akan sangat membantu mereka yang hendak
mempelajari secara dalam sejarah bangsa kita. Njoto, ketika berpidato
menyambut ulang tahun PKI pada hari 24 Mei yang lalu di –depan kaum
buruh Tanjung Priok menyatakan tentang pidato Aidit ini sbb :
Kawan-kawan dan para saudara tentu tidak mau terus hidup dalam
Indonesia seperti sekarang ini, Indonesia yang dikacaukan oleh KMB,
Indonesia yang — maafkanlah saya — yang rongsokan. Kawan-kawan dan para
saudara tentu ingin hidup dalam Indonesia yang lain, Indonesia yang
bebas, yang aman, yang sejahtera. Saya ingin menyatakan kepada
kawan-kawan dan para saudara, bahwa pidato pemimpin kita Kawan Aidit
itu adalah penting sekali, karena pidato itu menunjukkan jalan yang
benar bagi kita bagaimana mengubur segala yang kacau dan yang
rongsokan sekarang ini dan bagaimana mendatangkan keamanan dan
kesejahteraan, pendeknya, ia menunjukkan jalan yang benar bagaimana
meninggalkan Indonesia yang kawak ini dan bagaimana mencapai Indonesia
Baru, suatu Indonesia dimana Rakyat berkuasa atas rumah dan nasibnya
sendiri. Saya harap, kawan-kawan dan para saudara mempelajari pidato
Kawan Aidit itu, membacanya berulang-ulang, mendiskusikannya, sebab ia
akan menolong kawan-kawan dan para saudara dalam jalan perjuangan
kawan-kawan yang sungguh tidak mudah itu.
Mengingat pentingnya isi pidato inilah maka pidato ini kami
terbitkan, dengan penuh harapan dan kepercayaan bahwa ia akan diterima
dengan gembira oleh seluruh Rakyat pekerja dan akan berguna benar bagi
perjuangan mereka.
Penerbit
Jakarta, Juni 1953.
-------------------------------------------------------------------
Hadirin yang terhormat!
Saudara-Saudara dan Kawan-Kawan seperjuangan!
Pertama-tama, atas nama Partai Komunis Indonesia, saya mengucapkan
terima kasih kepada saudara-saudara dan Kawan-Kawan yang sudah sudi
datang pada malam peringatan ulang tahun PKI yang ke-33 ini.
Kepada wakil-wakil kaum buruh, wakil-wakil kaum tani, kaum terpelajar
dan orang terkemuka yang revolusioner dan progresif, PKI menyampaikan
salutnya, berhubung dengan keuletan dan keperwiraan dari
golongan-golongan rakyat yang saudara-saudara wakili dalam perjuangan
kita sekarang, dalam perjuangan untuk demokrasi, untuk perdamaian
dunia, pendeknya untuk Indonesia Baru dan Dunia Baru. Karena perjuangan
saudara-saudara, karena perjuangan seluruh Rakyat yang ulet dan
perwira, fajar kemenangan kita makin lama bertambah dekat.
Pada peringatan ulang tahun ke-33 ini saya diwajibkan oleh Politbiro
Central Comite PKI menyampaikan sebuah uraian yang berisi beberapa
kesimpulan mengenai perjuangan Rakyat Indonesia dalam menuju
kemerdekaan nasional yang penuh. Uraian saya ini diberi nama “Rakyat
Indonesia Berjuang Untuk Kemerdekaan Nasional yang Penuh" atau dengan
singkat “Menuju Indonesia Baru".
Pendahuluan
Negeri kita adalah salah satu negeri di Asia yang luas dan banyak
penduduknya. Indonesia terdiri dari banyak pulau-pulau besar dan kecil,
luasnya 1.904.000 km2 dan sekarang berpenduduk kira-kira 80 juta.
Indonesia menghubungkan daratan Asia dan Australia, dan menghubungkan
Samudera India dengan Samudera Pasifik. Dengan demikian, Indonesia
mempunyai kedudukan yang penting dalam hubungan dunia yang besar.
Pada tahun 1602 pedagang-pedagang Belanda mendirikan maskapai dagang
yang diberi nama VOC. VOC inilah yang sejak itu memonopoli perdagangan
di Indonesia. Kolonisasi dan eksploitasi Indonesia yang dimulai oleh
VOC ini kemudian, pada akhir abad ke-18, dengan resmi diambil alih oleh
pemerintah Belanda.
Di bawah penjajahan Belanda Rakyat Indonesia mengalami penderitaan
yang sangat berat dari dua macam tindasan, tindasan
kapitalis-kapitalis asing dari luar dan tindasan tuan tanah dalam
negeri. Tuan tanah dalam negeri menjadi pembantu yang setia daripada
kapitalis-kapitalis asing. Belanda dan kapitalis-kapitalis asing
lainnya telah menjadikan Indonesia sebagai sumber bahan mentah, sumber
tenaga murah, sebagai pasar hasil industri negeri-negeri kapitalis dan
sebagai tempat investasi modal asing. Tuan-tuan tanah besar mempunyai
hak monopoli atas tanah sehingga kaum tani yang membasahi tanah dengan
keringatnya, yang merupakan bagian terbesar dari Rakyat, kekurangan
tanah atau tidak mempunyai tanah sama sekali. Keadaan ini menempatkan
kaum tani dalam kedudukan budak terhadap tuan tanah.
Indonesia ambil bagian yang besar dalam produksi dunia. Angka-angka
sebelum perang dunia kedua menunjukkan 8 bagian Indonesia dalam
produksi dunia sbb. : merica 92%, kina 91%, kapuk 77%, karet 40%, kopra
31%, kakao 29%, agave 25%, palm-oil 25%, gula 25%, teh 19%, tembakau 5%, minyak 10%, bauksit 8%, kopi 5%, timah 18%.
Walaupun Indonesia kaya dalam hasil bumi dan basil pertambangan, dan
Rakyat Indonesia bekerja sangat keras, tetapi Rakyat Indonesia,
sebagai Rakyat koloni dan setengah koloni lainnya, termasuk Rakyat yang
melarat.
Menurut angka statistik pemerintah kolonial Belanda tahun 1941, pembagian penghasilan nasional (national income) adalah
sbb. : orang Eropa di Indonesia yang hanya merupakan 0,4% dari seluruh
penduduk memiliki lebih dari 65% daripada penghasilan nasional; orang
Asia bukan-Indonesia yang merupakan 2,2% daripada seluruh penduduk
memiliki kira2 20% daripada penghasilan nasional; sedangkan orang
Indonesia yang merupakan lebih dari 97% memiliki tidak lebih dari 15%
daripada seluruh penghasilan nasional.
Rakyat Indonesia terus-menerus menderita kelaparan, oleh karena itu
sangat mudah diserang oleh segala macam penyakit seperti malaria, TBC,
kolera, disentri, typhus, dsb. Malaria adalah penyakit Rakyat Indonesia yang pertama, walaupun Indonesia menghasilkan kina 91% daripada produksi dunia.
Di lapangan, pendidikan Rakyat Indonesia sangat terbelakang. Sebelum
perang dunia kedua di Indonesia hanya terdapat lebih kurang 1.000 siswa
dari semua fakultas, dan kira2 hanya 50% siswa bangsa Indonesia,
sedangkan lainnya adalah bangsa Eropa dan Asia bukan-Indonesia.
Murid-murid sekolah Rakyat kira-kira hanya 2 juta, padahal jumlah
anak-anak yang semestinya bersekolah kira-kira 10 juta. Yang bisa
membaca dan menulis hanya 7% dari seluruh penduduk.
Kebangunan Rakyat Indonesia melawan kaum penjajah
Tindasan yang berat, yang tidak kenal perikemanusiaan, telah
menimbulkan perlawanan Rakyat Indonesia yang sengit terhadap penjajah
Belanda.
Di antara perlawanan-perlawanan yang sengit dan banyak itu termasuk
pemberontakan Ambon dalam tahun 1817 di bawah pimpinan pahlawan
Pattimura, Perang Jawa tahun 1817 yang dipimpin oleh Diponegoro, Perang
Paderi di X Sumatera tahun 1830-1839 yang dipimpin oleh Imam Bonjol,
pemberontakan-pemberontakan di tanah Batak, di pulau-pulau Bali,
Lombok, Sulawesi, dll. Sedang Aceh baru dapat dikuasai oleh Belanda
setelah berperang lebih dari 40 tahun, yaitu dari tahun 1873 sampai
1915. Semuanya ini membuktikan betapa teguh dan militannya Rakyat
Indonesia berjuang untuk kemerdekaannya dan betapa tingginya mutu
patriotisme Rakyat Indonesia. Kekalahan-kekalahan yang diderita oleh
Rakyat Indonesia dalam peperangan patriotik melawan Belanda bukanlah
karena kurang sengitnya perlawanan, bukanlah karena kurang keberanian
Rakyat atau kurang ketangkasan pemimpin-pemimpin dan panglima-panglima,
tetapi adalah karena Rakyat Indonesia belum dipimpin oleh suatu kelas
yang revolusioner dan persenjataan Belanda lebih banyak dan modern.
Dalam tahun 1905 di Rusia terjadi Revolusi di bawah pimpinan Lenin dan
Stalin. Revolusi ini mengalami kekalahan, tetapi ia telah membangunkan
Rakyat tertindas dan telah memberikan pelajaran yang tidak sedikit,
tidak hanya pada proletariat Rusia, tetapi juga pada proletariat dan
Rakyat tertindas di seluruh dunia. Berhubung dengan revolusi ini Lenin
berkata : “Kapitalisme dunia dan Revolusi Rusia (1905) telah
membangunkan bangsa-bangsa Asia".
Juga kelas-kelas yang tertindas dan terhina di Indonesia pada bangun, pada mengorganisasi diri dan berjuang.
Dalam tahun 1905 berdiri serikat buruh yang pertama di kalangan buruh
kereta-api dengan nama SS-Bond. Dalam tahun 1908 kaum intelektual
Indonesia mulai mengorganisasi diri dalam organisasi “Budi Utomo", yang
mula-mula semata-mata sebagai organisasi kebudayaan, tetapi kemudian
menjadi organisasi politik yang menuntut perbaikan syarat-syarat hidup
bagi orang Jawa. Pelajar-pelajar Indonesia di negeri Belanda
mengorganisasi diri dalam “Indische Vereniging" yang dalam tahun 1913
diganti dengan nama “Perhimpunan Indonesia" yang mempunyai karakter
politik yang tegas, yang menuntut kemerdekaan bagi Indonesia.
Dalam tahun 1911 kaum pedagang mengorganisasi diri dalam Serikat
Dagang Islam, yang dalam tahun 1912 berganti nama “Serikat Islam",
yaitu organisasi yang memperjuangkan kepentingan pedagang-dagang
Indonesia terhadap pedagang asing. “Serikat Islam" kemudian menjadi
organisasi massa yang besar, dimana di dalamnya tidak hanya tergabung
kaum pedagang, tetapi juga beratus-ratus ribu kaum buruh, kaum tani dan
kaum miskin kota, dan politiknya langsung ditujukan melawan kekuasaan
kolonial.
Pada bulan Desember 1914 didirikan ISDV (Indonesische
Social-Democratisehe Vereniging), dimana bersatu intelektual Belanda dan
Indonesia yang mempunyai pikiran-pikiran revolusioner, dan mereka
mulai mempelajari dan menyebarkan Marxisme di Indonesia. ISDV mempunyai
pengaruh yang besar atas “Serikat Islam" dan atas usaha ISDV
berdirilah serikat-serikat buruh.
Revolusi Besar Oktober 1917 mempunyai pengaruh yang sangat besar atas
gerakan kemerdekaan di Indonesia. Terutama pengaruhnya sangat besar
atas ISDV, dan dengan melewati anggota-anggota ISDV pengaruhnya masuk
ke serikat-serikat buruh, ke kalangan intelektual dan juga masuk ke
kalangan ratusan ribu kaum buruh dan kaum tani yang tergabung dalam
“Serikat Islam". Bahkan yang revolusioner dari “Serikat Islam" kemudian
menamakan dirinya “Serikat Islam Merah".
Atas inisiatif pemimpin-pemimpin ISDV yang revolusioner, pada tanggal
23 Mei 1920 digantilah nama ISDV menjadi Partai Komunis Indonesia
(PKI), yaitu nama yang sesuai dengan nama Partai Lenin dan Stalin.
Jadi, tanggal 23 Mei adalah hari kelahiran PKI. Pada bulan Desember 1920 PKI menggabungkan diri pada Komintern. PKI didirikan dalam waktu ketika keuntungan kapital kolonial terus
meningkat tinggi, tetapi sebaliknya penghidupan kaum buruh terus
merosot dengan cepat. Di bawah panji-panji PKI perjuangan melawan
eksploitasi kolonial dan melawan penjajahan Belanda pada umumnya maju
dengan cepat.
Kemajuan yang cepat daripada gerakan revolusioner di Indonesia telah
menimbulkan kekhawatiran pihak imperialis dan telah menimbulkan kegiatan
yang besar di kalangan pemerintah kolonial untuk membendung dan
menghancurkan gerakan revolusioner. Pemerintah kolonial Belanda
mengadakan pengejaran, penangkapan, pembuangan dan pengusiran ke luar
negeri terhadap pemimpin-pemimpin yang revolusioner. Agen-agen
provokator dimasukkan oleh reaksi ke dalam organisasi-organisasi Rakyat
untuk menimbulkan perpecahan dari dalam organisasi. Sensor yang keras
dilakukan terhadap penerbitan-penerbitan revolusioner.
Organisasi-organisasi Rakyat berulang-ulang dilarang dan teror
dilakukan terhadap pemimpin-pemimpinnya.
Tetapi sekian kali
organisasi-organisasi Rakyat dilarang, sekian kali pula ia didirikan
kembali. Polisi rahasia kolonial terus menerus mengadakan
provokasi-provokasi untuk menggulingkan organisasi-organisasi Rakyat
jika organisasi-organisasi tersebut sudah agak berpengaruh.
Provokasi-provokasi reaksi berhasil karena PKI ketika itu kena penyakit kekiri-kirian. Penyakit kekiri-kirian dari PKI ini telah mendapat kritik dari Kawan Stalin dalam pidatonya di muka pelajar-pelajar Universitas Rakyat Timur tanggal 18 Mei
1925. Kritik Kawan Stalin antara lain sbb.: Kaum Komunis di Jawa, yang
baru-baru ini secara salah memakai semboyan kekuasaan Soviet bagi
negerinya rupanya terjangkit penyelewengan ini. Ini adalah
penyelewengan ke kiri, yang mengandung bahaya mengisolasi Partai
Komunis dari massa dan mengubahnya menjadi sekte. Perjuangan yang teguh
melawan penyelewengan ini adalah syarat yang penting untuk melatih
kader-kader yang sungguh-sungguh revolusioner bagi tanah-tanah koloni
dan negeri-negeri tergantung di Timur". Kritik Kawan Stalin ini sampai
sekarang masih sangat besar artinya dan dianggap sangat berharga oleh
kaum Komunis Indonesia.
Puncak daripada teror pemerintah kolonial terjadi dalam tahun 1926-27,
yaitu dengan menindas pemberontakan Rakyat yang terjadi dalam
tahun-tahun itu. Penderitaan Rakyat yang terlalu berat dan
provokasi-provokasi dari pihak penjajah telah menimbulkan pemberontakan
ini secara spontan. Setelah pemberontakan terjadi PKI berusaha
memberikan pimpinan padanya. Dalam beberapa bulan pemberontakan ini
ditindas sama sekali oleh pemerintah penjajah. 13.000 orang ditangkap
dan 4.500 daripadanya dijatuhi hukuman, dipenjara atau dibunuh.
Sedangkan 1.300 dibuang ke konsentrasi kamp Boven Digul di Irian, yaitu
daerah pembuangan yang sangat terkenal akan penyakit malarianya.
Sebagian besar dari mereka yang pulang dari pembuangan sesudah perang
dunia tidak bisa ambil bagian dalam aktivitas politik, karena
kesehatannya sudah sangat rusak. Tetapi adalah satu kenyataan, bahwa
nama PKI telah menjadi harum di kalangan Rakyat, karena kaum Komunis
dengan gagah berani memberikan pimpinan dalam perlawanan bersenjata
terhadap imperialis Belanda.
Sesudah terjadi pemberontakan tahun 1926-27 PKI dinyatakan dilarang oleh pemerintah kolonial. Karena banyak kehilangan kader, PKI tidak
segera dapat mengumpulkan tenaganya kembali dalam ilegalitas. Pukulan
terhadap PKI ini adalah satu permulaan untuk menghancurkan seluruh
gerakan kemerdekaan nasional. Walaupun dalam tahun 1927 didirikan
Partai Nasional Indonesia (PNI) yang juga mengadakan perlawanan terhadap
penjajah Belanda, tetapi sejak kekalahan pemberontakan tahun 1926-27
mulailah masa menurun dalam gerakan kemerdekaan nasional di Indonesia.
Ini dapat dilihat dari kenyataan, bahwa juga PNI yang mengadakan
perlawanan terhadap penjajah Belanda, digulung oleh pemerintah
kolonial.
Tetapi masa menurun dalam gerakan kemerdekaan hanya sebentar. Laksana
pecutan halilintar di panas terik, demikianlah pemberontakan anak-buah
kapal “Zeven Provincien" yang perwira pada malam tanggal 4-5
Februari 1933 memberi isyarat bahwa masa menaik dalam gerakan
kemerdekaan nasional sudah mulai lagi.
Dalam tahun 1935, atas inisiatif Kawan Musso, yang secara rahasia
kembali ke Indonesia dari luar negeri, PKI dapat menghimpun tenaganya
kembali secara ilegal. Atas inisiatif dan pimpinan kaum Komunis yang
sudah terhimpun kembali ini didirikan organisasi Rakyat yang legal
dengan nama “Gerakan Rakyat Indonesia" (GERINDO). Tujuan pokok dan
GERINDO adalah terang, yaitu melawan bahaya fasis Jepang yang mengancam
dunia dan mengancam Rakyat Indonesia ketika itu.
Berdirinya GERINDO telah memberikan kekuatan baru kepada gerakan
kemerdekaan nasional. Dalam bulan Mei 1939, atas inisiatif GERINDO dan
beberapa Partai demokratis lainnya, telah dapat dibentuk “Gabungan
Politik Indonesia" (GAPI), yaitu front persatuan dan partai-partai
politik guna menuntut parlemen bagi Indonesia. GAPI berhasil
mengorganisasi semua partai-partai politik yang penting di Indonesia.
Atas inisiatif GAPI, bulan Desember 1939 dapat diadakan Kongres Rakyat
Indonesia, dan bulan September 1941 dapat dibentuk Majelis Rakyat
Indonesia, yaitu badan perwakilan yang dibentuk atas
inisiatif Rakyat sendiri dan bertujuan mencapai kesentosaan dan
kemuliaan Rakyat berdasarkan demokrasi. GAPI maupun Majelis Rakyat
Indonesia terang2an menyatakan kesediaannya untuk bekerjasama dengan
pemerintah Belanda dalam melawan fasisme Jepang. Tetapi pihak Belanda
tidak menyambut dengan baik kesediaan Rakyat Indonesia sampai saat
penyerahannya kepada Jepang pada tanggal 9 Maret 1942. Demikianlah,
dengan tiada bersenjata sama sekali imperialis Belanda menyerahkan
Rakyat Indonesia pada fasisme Jepang.
Revolusi Agustus 1945 dan peran kaum pengkhianat nasional
Dalam pendudukan Jepang kesempatan bergerak lebih terbatas lagi.
Beratus-ratus kaum Komunis ditangkap dan dimasukkan ke dalam penjara
oleh Jepang, dan tidak sedikit yang dibunuh, termasuk kader-kader
pimpinan. Usaha-usaha Jepang untuk mendirikan berbagai organisasi sipil
dengan menggunakan kolaborator-kolaborator, dapat disabotase sehingga tidak bisa berjalan sebagai yang diinginkan oleh Jepang.
Organisasi militer dan setengah-militer didirikan oleh Jepang untuk
menghimpun tenaga pemuda Indonesia guna kepentingan perangnya. Tidak
sedikit pemuda-pemuda Indonesia yang dikirim ke front dan mati di
front. Tetapi juga tidak sedikit elemen patriotik yang menggunakan
kesempatan dalam tentara bikinan Jepang untuk melatih
diri dalam kemiliteran dan merebut senjata dari Jepang, agar kemudian
sesudah datang saatnya dapat mengadakan pemberontakan bersenjata
terhadap Jepang.
Karena menderita kekalahan-kekalahan besar dalam peperangan, Jepang
bertindak lebih kejam lagi terhadap Rakyat. Pengerahan Rakyat menjadi
romusha (kuli paksa) menjadi lebih intensif dan
paksaan terhadap kaum tani untuk menyerahkan padi dan ternaknya menurut
harga yang ditentukan oleh Jepang dilakukan dengan ancaman senjata.
Hampir 2 juta orang Indonesia mati di luar negeri sebagai romusha.
Dalam hubungan dengan kematian romusha di luar negeri ini tidak bisa
dilupakan sebuah kantor yang dikepalai oleh Drs. Mohammad Hatta (kantor
BP3), karena kantor ini giat mendorong pengerahan romusha ke luar
negeri. Semuanya ini telah menimbulkan kemarahan besar pada Rakyat, dan
di berbagai tempat timbul pemboikotan dan perlawanan-perlawanan
bersenjata dari pihak kaum tani dan romusha sendiri.
Korban Rakyat Indonesia yang berupa jiwa, yang mati karena terpaksa
bertempur di front sebagai pembantu tentara Jepang atau mati karena
disiksa sebagai romusha yang dikerjakan di Indonesia maupun di luar
negeri, ada lebih kurang 5 juta orang. Ini merupakan pelajaran yang
sangat pahit bagi Rakyat Indonesia, dan menanamkan kebencian yang tidak
terhingga dari Rakyat Indonesia terhadap perang, dan terhadap fasisme
Jepang.
Penderitaan dan penghinaan yang merata, yang menimpa seluruh lapisan
Rakyat, menimpa kaum buruh, kaum tani, kaum inteligensia, pemuda dan
pelajar, kaum pengusaha kerajinan tangan dan pedagang-pedagang, telah
mempererat persatuan seluruh Rakyat dalam perlawanan terhadap fasisme
Jepang.
Ketika fasisme Jepang mendapat pukulan sengit dari tentara Soviet yang
jaya, yaitu dengan dihancurkannya tulang punggung kekuatan fasisme
Jepang di Manchuria, yang menjadi sebab pokok daripada penyerahan
Jepang, Rakyat Indonesia mengerti bahwa sudah tiba saatnya untuk
membebaskan diri. Rakyat Indonesia menarik pelajaran yang baik dari
contoh yang diberikan oleh negeri-negeri di Eropa yang membebaskan diri
dengan bantuan yang bersifat menentukan dan tentara Soviet, dan dari
contoh yang diberikan oleh Rakyat Tiongkok yang jaya. Demikianlah,
Rakyat Indonesia, terutama kaum buruh dan kaum tani yang dipimpin oleh
kaum Komunis, dengan pemuda-pemudanya sebagai elemen yang paling aktif
dan yang sudah agak terlatih dalam pekerjaan revolusioner selama
pendudukan Jepang, telah berhasil memaksa Sukarno dan Hata
memproklamasikan Republik Indonesia pada 17 Agustus 1945.
Sesudah Republik Indonesia diproklamasikan, admiral Inggris Lord
Mountbatten memerintahkan kepada tentara Jepang yang ada di Indonesia
untuk menjaga “ketertiban dan keamanan" (“rust en orde") di
Indonesia. Ini sama artinya bahwa tentara Jepang diperintah untuk
melikuidasi Republik Indonesia, untuk menindas gerakan kemerdekaan
nasional dan membela kepentingan imperialis dimana masih mungkin dibela.
Kaum buruh dan kaum tani, yang dipelopori oleh kaum Komunis, membela
mati-matian Republik Indonesia yang muda dengan senjata yang dapat
dirampasnya dari Jepang, mula-mula terhadap tentara Jepang, kemudian
terhadap tentara imperialis Inggris dan Belanda. PKI mengerahkan
anggota-anggotanya yang masih muda terutama untuk memasuki
organisasi-organisasi pemuda yang pada permulaan revolusi tumbuh
dimana-mana dengan sangat suburnya.
Dengan gagah berani tentara dan Rakyat Indonesia mengadakan
serangan-serangan terhadap tentara penjajah. Dengan meninggalkan korban
yang tidak sedikit dan dengan moral yang rusak, di banyak tempat
tentara penjajah terpaksa mengundurkan diri. Kekuatan Republik muda
makin lama makin bertambah, tidak hanya dari kebangunan Rakyat dalam
negeri yang bertambah besar tetapi juga karena kaum buruh Indonesia
yang ada di luar negeri serta kaum buruh negeri2 lain, seperti kaum
buruh Australia, India, Mesir, Belanda dllnya memberikan bantuan yang
aktif dengan jalan memboikot kapal-kapal Belanda. Teranglah, bahwa
dengan jalan militer kaum imperialis tidak berhasil menghancurkan
Republik Indonesia.
Atas inisiatif wakil Republik Sosialis Soviet Ukraina, Manuilsky,
dalam bulan Januari 1946 untuk pertama kali soal Indonesia dibicarakan
dalam Dewan Keamanan PBB. Hal ini oleh pejuang-pejuang kemerdekaan
Indonesia tidak akan dilupakan.
Imperialis Belanda, dengan dibantu oleh imperialis Amerika dan Inggris
mencari jalan lain untuk merebut kembali kedudukannya di Indonesia
yang sudah hilang itu. Mereka menggunakan metode lama yang sudah biasa
mereka pakai dengan berhasil, yaitu dengan ancaman senjata dan dengan
bantuan kakitangannya bangsa bumiputera sendiri mengadakan
“perundingan-perundingan secara damai", mengadakan intrik-intrik dan
provokasi-provokasi untuk mendapatkan “persetujuan-persetujuan" yang
menguntungkan mereka. Dalam usahanya ini kaum imperialis Belanda
mendapatkan orang yang tepat, yaitu Sutan Sjahrir yang ketika itu
menjabat Perdana Menteri, seorang sosialis kanan yang melayani
kepentingan imperialis Inggris dan Belanda.
Sjahrir adalah inspirator daripada politik kapitulasi yang celaka. la
adalah seorang tukang ngomong dan tukang memberi konsesi kepada
imperialisme. Ia berlaku pura-pura “kiri" dan “progresif”. la menamakan
dirinya pelopor kekuatan ketiga dan ia memimpikan “blok netral" antara
Soviet Uni dan Amerika, yang pada hakekatnya tidak lain daripada
politik membantu imperialisme.
Dalam suasana kompromi dan perundingan sebagai diciptakan oleh
Sjahrir, pekerjaan mengorganisasi dan memobilisasi kekuatan revolusi
menjadi terlantar. Perpecahan timbul dalam kekuatan revolusi, yaitu
antara yang menyetujui politik berunding Sjahrir dengan yang
menentangnya. Juga di kalangan kekuatan bersenjata timbul perpecahan.
Dengan demikian Republik Indonesia menjadi makin lama makin lemah,
sedangkan pihak imperialis sambil berunding mempersiapkan serangan
militer. Secara besar-besaran tentara dikirim dari negeri Belanda ke
Indonesia dan ditempatkan terutama di Jakarta, Surabaya dan Semarang,
yaitu tempat-tempat dimana Belanda mempersiapkan serangannya secara
besar-besaran.
Setelah lama berunding antara delegasi Belanda dan Indonesia, yang
dipimpin oleh van Mook dan Max van Poll di satu pihak dan Sjahrir di
pihak lain, pada tanggal 15 November 1946 tercapai suatu persetujuan,
yang diberi nama sesuai dengan tempat dimana persetujuan dibuat, yaitu
Linggarjati. Persetujuan ini dibikin atas inisiatif dan di bawah
pengawasan Lord Killeam, wakil imperialis Inggris. Persetujuan
Linggarjati antara lain menyatakan bahwa kekuasaan pemerintah Republik
Indonesia hanya diakui de facto atas Jawa, Madura dan
Sumatera. Dengan ini Belanda mempunyai basis yang kuat untuk
menggunakan bagian-bagian lain dari Indonesia, seperti pulau-pulau
Kalimantan, Sulawesi, Sunda Kecil, Maluku, dllnya untuk kepentingan
agresinya, untuk kepentingan politiknya maupun militernya. Dengan giat
Belanda mendirikan negara-negara boneka di luar daerah de facto
Republik dengan menggunakan pengkhianat-pengkhianat nasional untuk
dipakai guna melawan Republik Indonesia. Dalam hal ini PKI telah
membikin kesalahan besar karena ikut menyetujui persetujuan Linggarjati
yang ditandatangani oleh Sjahrir.
Di samping mengadakan persiapan-persiapan politik dan militer,
imperialis Belanda terus mencari alasan untuk mengadakan peperangan yang
terang-terangan terhadap Republik Indonesia. Imperialis Belanda
mendapat “alasan" ketika Republik Indonesia menolak tuntutan Belanda
untuk mengadakan patroli di daerah kekuasaan Republik. Tuntutan Belanda
ini disetujui oleh Sjahrir, tetapi ia ditentang keras oleh Rakyat
Indonesia. Kerasnya tentangan Rakyat terhadap keinginan berkapitulasi
dari Sjahrir, berakibat dengan jatuhnya kabinet Sjahrir, dan dibentuk
kabinet yang dipimpin oleh kaum Komunis dalam bulan Juli 1947 dengan
Kawan Amir Sjarifuddin sebagai Perdana Menteri.
Di bawah pimpinan pemerintah Amir Sjarifuddin dilakukan perjuangan
terhadap tentara Belanda selama perang kolonial pertama, yaitu perang
yang dimulai pada 20 Juli 1947 atas perintah pemerintah Belanda
Beel-Drees. Sebagaimana sudah kita ketahui, Drees adalah seorang
pemimpin sosialis kanan Belanda.
Penjajah Belanda mengira bahwa dengan mengadakan perang kolonial akan
lebih mudah menghancurkan Republik. Tetapi kenyataannya tidak demikian.
Tentara Belanda menemui perlawanan-perlawanan yang sengit dari Rakyat
dan tentara Republik, dan tentara Belanda hanya mungkin menduduki
kota-kota besar. Sedangkan di-desa-desa dan gunung-gunung berkuasa
tentara Republik Indonesia dan pasukan-pasukan gerilya, sehingga
kedudukan tentara Belanda boleh dikatakan terisolasi. Kaum buruh
seluruh dunia menentang dengan keras perang kolonial yang dilakukan
oleh Belanda terhadap Republik Indonesia. Ini dinyatakan oleh sikap
Gabungan Serikatburuh Sedunia (GSS-WFTU) dan oleh instruksi GSS kepada
seluruh anggotanya untuk solider dengan Rakyat Indonesia. Solidaritet
internasional dari kaum buruh seluruh dunia ini serta kegiatan-kegiatan
dari wakil Soviet Uni di Dewan Keamanan PBB, telah memaksa Dewan
Keamanan memerintahkan imperialis Belanda untuk menghentikan perang
kolonialnya Sikap imperialis Amerika dengan begundalnya yang memusuhi
Rakyat Indonesia dan berdiri di pihak imperialis Belanda, kelihatan
dari sikapnya yang tidak menyetujui usul wakil Soviet Uni untuk menarik
kembali tentara Belanda sampai ke garis sebelum perang kolonial.
Dewan Keamanan PBB memutuskan membentuk Komisi Jasa-Jasa Baik (KDB),
yang kemudian ternyata sama sekali tidak baik. Sejak ada komisi ini
Amerika dengan terang-terangan campur tangan mengenai soal-soal dalam
negeri Indonesia. Dengan jalan perundingan imperialis Amerika berusaha
memaksakan keinginannya pada gerakan kemerdekaan Rakyat Indonesia, dan
berusaha menyingkirkan pengaruh Inggris serta merebut tempat yang
pertama dalam perundingan Indonesia-Belanda. Amerika memerlukan
Indonesia untuk persiapan perangnya yang jahat.
Dalam bulan November 1947 Amerika menyediakan kapal perang “Renville"
untuk perundingan Indonesia-Belanda. Pada tanggal 12 Januari 1948
Persetujuan Renville ditandatangani. Ini berarti bahwa pemerintah
Indonesia yang dipimpin oleh Amir Sjarifuddin melanjutkan politik
kapitulasi yang dimulai oleh Sutan Sjahrir. Berdasarkan persetujuan
Renville, Republik Indonesia menarik kira-kira 35.000 prajurit dari
daerah-daerah kantong, sebagian besar dari Jawa Barat. Dengan demikian
tentara Belanda mendapat kesempatan mengaso guna mempersiapkan
serangan-serangan baru. Sedangkan dari negeri Belanda terus mengalir
tentara ke Indonesia.
Imperialis Amerika terang-terangan mencampuri soal-soal intern
Republik Indonesia. Mereka mengirimkan agen-agen seperti G. Hopkins,
Campbell, dll. juga berkewajiban menghancurkan gerakan kemerdekaan yang
dipimpin oleh kaum Komunis. Mereka mengadakan intrik-intrik supaya
Persetujuan Renville diterima, tetapi bersamaan dengan itu mereka
mengorganisasi semacam “perlawanan" dari pemimpin-pemimpin Masyumi
dalam kabinet Amir Sjarifuddin; pemimpin-pemimpin Masyumi kemudian
diperintah oleh agen-agen Amerika untuk menyatakan “tidak setuju" pada
Persetujuan Renville dan selanjutnya menolak untuk terus ambil bagian
dalam pemerintah Amir Sjarifuddin. Dengan perbuatan busuk ini mereka mau
membubarkan pemerintah Amir Sjarifuddin dan membentuk suatu pemerintah
sonder Komunis. Mereka mengadakan intimidasi-intimidasi. Karena
kurangnya kewaspadaan dan karena tidak mengertinya bahwa soal Revolusi
adalah soal kekuasaan negara, Kawan Amir Sjarifuddin telah menyerahkan
kekuasaan yang ada dalam tangannya dengan sukarela dalam bulan Januari
1948. Sebagai pengganti pemerintah Amir Sjarifuddin dibentuk pemerintah
Hatta, dimana pemimpin-pemimpin Masyumi ambil bagian yang terpenting
dan pemerintah ini menerima serta menjalankan Persetujuan Renville
dengan patuh. Untuk melaksanakan Persetujuan Renville dibentuk suatu
delegasi Baru dibawa pimpinan Mohamad Roem dari Masyumi guna meneruskan
perundingan dengan Belanda. Demikianlah pemimpin-pemimpin Masyumi
menjalankan perannya sebagai borjuis komprador, sebagai pengkhianat
revolusi dan sebagai agen dari imperialis asing.
Jadi, di satu pihak pemerintah Amir Sjarifuddin berani mengadakan
perang kemerdekaan terhadap imperialis Belanda, dan juga mengadakan
undang-undang perburuhan yang progresif, tetapi di pihak lain, karena
tekanan yang keras dan intrik-intrik dari imperialis Belanda dan
Amerika ia telah meneruskan politik kapitulasi Sutan Sjahrir dan telah
menyerahkan dengan sukarela pemerintah yang dipegangnya kepada reaksi.
Dengan kekuasaan pemerintah di dalam tangannya kaum reaksioner
meneruskan pengkhianatannya terhadap revolusi dan terhadap tanah air.
Pada tanggal 21 Juli 1948 di Sarangan (Madiun) diselenggarakan
konferensi rahasia antara G. Hopkins (penasihat politik luar negeri
Truman) dan M. Cochran (wakil Amerika dalam Komisi Jasa-Jasa Baik) di
satu pihak dengan pihak pemerintah Indonesia yang dikepalai oleh Hatta,
yang pada waktu itu sebagai Perdana Menteri. Hadir dalam konferensi
ini pemimpin-pemimpin Masyumi seperti Sukiman, Natsir dan Mohamad Roam.
Konferensi serangan yang rahasia ini telah menelurkan putusan jahat
yang keji, yang diberi nama “Red Drive Proposals" (“Usul-usul
Pembasmian Kaum Merah"). Aktivitas Amerika menghancurkan gerakan
kemerdekaan di Indonesia hanyalah satu bagian daripada aktivitet
Amerika di seluruh dunia, karena bersamaan dengan penghancuran gerakan
kemerdekaan di Indonesia, juga di negeri-negeri lain seperti di India,
Birma, dsb. diadakan penghancuran-penghancuran yang hampir sama dengan
apa yang kejadian di Indonesia.
Dalam keadaan dimana tekanan imperialisme Amerika makin keras terhadap
Republik Indonesia, dalam bulan Agustus 1948 kembalilah Kawan Musso
dari luar negeri. Kawan Musso segera mengadakan koreksi terhadap
politik yang dijalankan oleh PKI dan terhadap kesalahan-kesalahan PKI
di lapangan organisasi. la menunjukkan betapa besarnya bahaya bagi
Revolusi Indonesia jika tidak mengambil sikap yang tegas terhadap
imperialisme. Kedatangan Kawan Musso telah menimbulkan semangat
perjuangan yang baru.
Di bawah pimpinan Kawan Musso diadakan selfkritik di dalam pimpinan
PKI. Dalam selfkritik ini diakui, bahwa PKI telah membikin
kesalahan-kesalahan di lapangan organisasi dan politik, karena PKI
tidak memahamkan adanya perubahan keadaan politik di dalam negeri
sesudah proklamasi kemerdekaan dan karena PK1 tidak memahamkan keadaan
internasional yang penting sesudah perang. Akibatnya PKI telah terlalu
membesar-besarkan kekuatan imperialisme dan mengecilkan kekuatan
anti-imperialisme. Selanjutnya diputuskan, bahwa PKI mengakui
kesalahannya karena sudah menyetujui Persetujuan Linggarjati dan PKI
berjuang untuk membatalkan Persetujuan Renville dan semua persetujuan
yang dibikin dalam perundingan, yang tidak didasarkan atas kedudukan
yang sama. Seterusnya, yang merupakan pokok koreksi di lapangan
organisasi, semua Partai yang berdasarkan Marxisme-Leninisme, yaitu
PKI, Partai Sosialis dan Partai Buruh Indonesia harus dipersatukan,
sehingga di Indonesia hanya ada satu Partai Marxis-Leninis, yaitu PKI.
Untuk mendapat sokongan kaum tani dalam revolusi, yaitu sokongan yang
sangat penting dari lebih-kurang 70% Rakyat Indonesia, PKI harus
menjalankan perubahan tanah. Atas dasar persekutuan buruh dan tani, PKI
harus membentuk front persatuan nasional. Pekerjaan kaum Komunis di
kalangan angkatan bersenjata harus diperbaiki. Penghidupan Rakyat,
terutama kaum buruh dan kaum tani, harus ditingkatkan. Semuanya ini
dicantumkan dalam sebuah resolusi yang diambil dalam konferensi Partai
bulan Agustus 1948, yang terkenal dengan nama Resolusi “Jalan Baru".
Demikianlah PKI mengadakan selfkritik atas kesalahan-kesalahannya di
lapangan politik dan organisasi dan, dengan demikian PKI memberikan
perspektif yang baru dan jelas kepada massa yang sudah begitu lama
dibawa tenggelam dalam politik berunding dan memberi konsesi yang
banyak pada imperialis sehingga bersifat kapitulasi.
Jalan baru yang ditempuh oleh PKI mendapat sambutan dari massa.
Rapat-rapat umum yang diadakan oleh PKI mendapat kunjungan puluhan
sampai ratusan ribu orang. Di dalam rapat-rapat umum ini dikemukakan
secara terang-terangan selfkritik PM, dijelaskan program baru dari PKI,
dan selanjutnya PM mengajak massa: untuk meneruskan peperangan
kemerdekaan melawan imperialis Belanda. Kedok pemerintah Hatta dan
kedok partai Masyumi mulai terbuka bagi massa. Massa mulai memahamkan
bahwa jalan baru yang ditunjukkan oleh PKI adalah satu-satunya jalan
untuk memenangkan revolusi.
Melihat gerakan kemerdekaan Rakyat yang makin maju di bawah
panji-panji PKI dan melihat pemerintah Hatta segera akan terisolasi,
imperialis Belanda dan Amerika menjadi sangat khawatir. Mereka
menetapkan tindakan-tindakannya untuk menghancurkan PKI dan
menghancurkan gerakan kemerdekaan yang dipimpin oleh PKI, sesuai dengan
putusan konferensi Sarangan.
Akhir bulan Agustus 1948 mulai provokasi-provokasi di Solo dan
kemudian di beberapa tempat lain yang dibikin oleh “diplomat" luar
negeri dengan bantuan Partai Masyumi, kaum trotskis dan kaum sosialis
kanan. Opsir-opsir tentara yang revolusioner dibunuh secara pengecut.
Kantor-kantor serikat buruh dan kantor-kantor Pemuda Sosialis Indonesia
(PESINDO) diduduki dengan paksa oleh golongan tentara yang tertentu.
Kaum sosialis kanan dengan PSI-nya dan kaum trotskis dengan apa yang
dinamakannya Gerakan Revolusi Rakyat menjadi aparat yang penting dalam
tangan imperialis dan kaum reaksioner.
Dalam pertengahan September 1948 terjadi insiden kecil di Madiun di
dalam tentara, antara golongan yang menyetujui politik reaksioner dan
provokatif dari pemerintah Hatta dengan golongan yang di bawah pengaruh
kaum revolusioner. Kejadian kecil ini disebut oleh pemerintah Hatta dan
dengan berdusta pihak pemerintah mengatakan, bahwa di Madiun terjadi
perebutan kekuasaan oleh kaum Komunis dan kaum Komunis mendirikan
negara sendiri. Dengan alasan dusta ini pihak pemerintah Hatta
menyerukan kepada semua aparatnya untuk mengejar, menangkap dan
membunuh kaum Komunis dan anggota-anggota Front Demokrasi Rakyat, yaitu
front persatuan yang dipimpin oleh kaum Komunis. Juga anggota Masyumi
dimobilisasi untuk mengejar, menangkap dan membunuh Komunis. Dalam
keadaan demikian ini tidak ada jalan lain bagi kaum Komunis dan bagi
kaum revolusioner lainnya kecuali membela diri terhadap teror
pemerintah. Kira-kira 10.000 kaum buruh dan kaum tani serta golongan
Rakyat lainnya, dengan pemimpin-pemimpinnya, Komunis dan bukan-Komunis,
dibunuh dalam kejadian Madiun ini. Juga pemimpin-pemimpin PKI yang
terkemuka dan pemimpin-pemimpin kaum buruh yang terkemuka, seperti Kawan
Musso, Amir Sjarifuddin, Suripno, Dr. Wiroreno, Harjono, Sarjono dan
banyak lagi lainnya mati dibunuh dalam kejadian Madiun ini.
Tujuan daripada Provokasi Madiun ini ialah untuk menghancurkan gerakan
buruh dengan PKI sebagai pelopornya, dan dengan demikian memisahkan
gerakan kemerdekaan nasional daripada pimpinannya yang revolusioner
untuk selanjutnya sama sekali melumpuhkannya. Dan terbukti pula
kemudian bahwa Provokasi Madiun adalah satu persiapan untuk mengadakan
perang kolonial kedua yang terjadi dalam bulan Desember 1948. Perang
kolonial adalah sebagai tekanan untuk memaksa Rakyat Indonesia menerima
persetujuan yang khianat, yaitu persetujuan KMB yang pada tanggal 2
November 1949 ditandatangani di Nederland oleh Hatta dan Sultan Abdul
Hamid dari pihak Indonesia dan Maarseveen dari pihak kerajaan Belanda,
dengan diawasi oleh Merle Cochran, wakil imperialis Amerika.
Demikianlah kaum reaksioner Indonesia mengkhianati kepentingan
nasional. Bagi mereka lebih baik menyerahkan Indonesia kepada
imperialis Belanda dan Amerika dan menjadikan dirinya budak yang setia
daripada bersatu dengan kaum Komunis dan Rakyat melawan imperialisme.
Saudara-Saudara dan Kawan-Kawan seperjuangan !
Agak panjang saya menguraikan beberapa pengalaman yang penting dalam
perjuangan kita yang lampau, perjuangan sebelum perang dunia kedua,
perjuangan melawan penjajah Jepang dan perjuangan kita selama Revolusi
Rakyat tahun 1945-48. Ini saya anggap perlu karena salah satu
kekurangan yang serius daripada kader-kader gerakan buruh dan gerakan
Rakyat, ialah kurang mengerti sejarah perjuangan kelasnya dan sejarah
perjuangan bangsanya. Karena kekurangan pengetahuan ini, kecintaan dan
kesetiaan mereka terhadap perjuangan kurang mempunyai dasar yang kuat,
mereka seolah-olah terlepas daripada perjuangan-perjuangan yang lampau,
mereka tidak melihat hubungan-hubungan gerakan kita sebagai suatu
gerakan yang berkembang makin lama makin maju, makin luas dan makin
tinggi. Oleh karena itu Partai senantiasa menekankan kepada kader-kader
dan anggota-anggotanya supaya mempelajari sejarah bangsa kita dan
sejarah perjuangannya dengan cara yang teratur dan mendalam.
Indonesia sekarang negeri setengah jajahan
Atas dasar persetujuan KMB pada tanggal 27 Desember 1949 dilakukan
apa yang dinamakan “penyerahan kedaulatan" oleh Nederland kepada
Indonesia. Persetujuan KMB ini, sebagaimana juga persetujuan
Linggarjati dan Renville adalah persetujuan kolonial, tidak dibikin
dalam perundingan atas dasar kedudukan yang sama. Ini kelihatan dari
isi persetujuan KMB yang hina itu.
Dengan diterimanya persetujuan KMB oleh pemerintah Indonesia kaum
imperialis Belanda berhasil mempertahankan pengawasannya atas Indonesia.
lndonesia menjadi anggota dari apa yang dinamakan Uni
Indonesia-Belanda di bawah naungan Ratu Belanda.
Politik luar negeri dan perdagangan luar negeri Indonesia dikontrol oleh pemerintah Belanda.
Republik Indonesia diwajibkan membayar hutang Hindia Belanda kepada
negeri Belanda dan negeri-negeri imperialis lainnya seperti Amerika,
Inggris dll. Sebanyak lebih dari 5 miliar rupiah. Ini berarti, bahwa
ongkos-ongkos perang kolonial yang dikeluarkan oleh Belanda dan
ongkos-ongkos lainnya untuk menindas Rakyat Indonesia harus dibajar
oleh Rakyat Indonesia.
Menurut persetujuan KMB pemerintah Indonesia tidak berhak mengadakan
persetujuan-persetujuan dagang dan perjanjian-perjanjian dengan
negara-negara lain secara bebas. Semua usaha di lapangan industri,
perdagangan dan keuangan seperti: bank, pabrik, tambang, sentral
listrik, pengangkutan, perkebunan, dsb. yang dimiliki oleh kaum
penjajah di Indonesia, dinyatakan oleh persetujuan itu sebagai tak boleh
diganggu-gugat dan kenyataannya dibela dengan setia oleh pemerintah
reaksioner Indonesia. Persetujuan itu mewajibkan pemerintah Indonesia
untuk mengembalikan perusahaan-perusahaan dan konsesi- konsesi kepada
semua orang asing (kecuali Jepang dan Jerman), untuk mengembalikan hak2
istimewa orang asing dan untuk mengakui berlakunya hak- hak ini di
hari kemudian.
Pegawai- Pegawai Belanda masih tetap ada di Indonesia. Demikian juga
di Indonesia ditetapkan adanya Misi Militer, Belanda (MMB). Pengeluaran
untuk memeliharanya ditanggung oleh pemerintah Indonesia. Gaji
pegawai-pegawai Belanda jauh lebih tinggi daripada gaji pegawai-pegawai
Indonesia. Pegawai-pegawai sipil dan militer Belanda masih tetap
mengontrol alat- alat negara dan mengontrol tentara Indonesia. Selain
daripada itu, pegawai- pegawai Belanda merupakan tenaga- tenaga spion
dan tukang-sabot yang berada di dalam aparat Republik Indonesia.
Untuk mengabui mata Rakyat Indonesia, Hatta mengatakan, bahwa dengan
KMB berarti “lenyapnya kekuasaan kolonial atas Indonesia". Kenyataan-
Kenyataan sebagaimana tercantum dalam persetujuan KMB dan sebagaimana
yang dialami oleh Rakyat Indonesia selama beberapa tahun sesudah
persetujuan KMB adalah tidak demikian.
Yang benar ialah, bahwa di negeri-negeri koloni kaum imperialis sudah
tidak bisa lagi berkuasa secara lama, cara yang kasar. Mengingat
kebangunan Rakyat negeri-negeri jajahan, mereka terpaksa memakai metode
yang tidak langsung. Penjajahan secara kasar seperti sebelum perang
dunia kedua termasuk metode yang sudah kuno dan membahayakan kedudukan
imperialis sendiri. Oleh karena itu mereka terpaksa memberi apa yang
mereka namakan “hak memerintah diri sendiri" pada koloni-koloni mereka,
seperti yang terjadi dengan India, Birma, Indonesia, dll.
Dengan persetujuan KMB, imperialis Belanda dan pengkhianat-pengkhianat
nasional di bawah pengawasan imperialis Amerika, menetapkan kedudukan
Indonesia sebagai negeri setengah jajahan. Artinya, Indonesia mempunyai
apa yang mereka namakan “hak memerintah diri sendiri", tetapi dalam
kenyataannya kekuasaan yang sesungguhnya di lapangan politik, ekonomi
dan militer masih tetap di tangan imperialis Belanda, dan pintu
Indonesia dibukakan seluas-luasnya oleh persetujuan KMB untuk
penetrasi- penetrasi politik, ekonomi, dan militer bagi imperialis
Amerika dan negeri- negeri imperialis lainnya.
Oleh karena itu tidak mengherankan, jika di Indonesia sekarang keadaan
kaum buruh dan keadaan Rakyat umumnya masih tetap jelek seperti
sebelum perang dunia kedua, dan dalam beberapa hal lebih jelek lagi.
Sebelum perang orang sering menggambarkan kemelaratan Rakyat Indonesia
dengan kalimat, bahwa Rakyat Indonesia adalah “Bangsa yang terdiri dan
kuli-kuli dan kuli di antara bangsa-bangsa". Keadaan sebagai
digambarkan oleh kalimat ini sampai sekarang masih berlaku.
Di samping kekuasaan Belanda yang masih bercokol, imperialis Amerika
berusaha keras untuk merebut tempat yang pertama dalam mengeksploitasi
alam dan Rakyat Indonesia dan untuk mendapatkan pangkalan-pangkalan
perang di Indonesia. Amerika berhasil mempengaruhi pemerintah Hatta,
dan kemudian pemerintah Natsir dan Sukiman, yang kedua-duanya dari
partai Masyumi. Dengan pemerintah- pemerintah ini sebagai alatnya,
imperialis Amerika memaksakan kepada Rakyat Indonesia apa yang mereka
namakan pinjaman Eximbank, Embargo terhadap RRT, perjanjian San
Fransisco dan MSA. Dengan pinjaman dan perjanjian-perjanjian ini Amerika
berusaha menjadikan Indonesia sebagai sumber bahan mentahnya, sebagai
pasar barang industrinya, sebagai tempat investasi modalnya, sebagai
pangkalan perangnya dan akhirnya sebagai tempat untuk mendapatkan
serdadu- serdadu yang murah.
Amerika telah menetapkan seenaknya sendiri harga karet dan timah
Indonesia dan juga menetapkan apa yang mesti dibeli oleh Indonesia dari
Amerika, yang dengan sendirinya hanya barang- barang yang dapat
melancarkan eksploitasi dan persiapan perang Amerika. Amerika telah
menarik pemerintah Indonesia ke pihaknya untuk ambil bagian dalam
menghidupkan kembali militerisme Jepang berdasarkan perjanjian San
Fransisco.
Dalam pertengahan tahun 1951 imperialis Amerika telah memerintahkan
pada pemerintah Sukiman untuk mengadakan pengejaran terhadap kaum
Komunis dan memfasiskan sistem pemerintahan. Perintah Amerika ini
dengan patuh dijalankan oleh pemerintah Sukiman, dan berdasarkan
perintah inilah dalam bulan Agustus 1951 lebih dari 2.000 kaum patriot
dan pejuang perdamaian ditangkap, terdiri dari pemimpin-pemimpin
Komunis, pemimpin-pemimpin serikatburuh, serikat tani, organisasi
pemuda dan pelajar, organisasi wanita, pemimpin-pemimpin komite
perdamaian, dan lain-lain.
Politik Amerika di Indonesia tidak hanya telah mempertajam
pertentangan dalam blok imperialis sendiri, tetapi juga telah
menimbulkan semangat anti-Amerika. Perlawanan Rakyat terhadap politik
Amerika telah memaksa pemerintah Sukiman turun panggung dan sebagai
penggantinya dibentuk pemerintah Wilopo yang tidak mengakui perjanjian
MSA yang sudah ditandatangani oleh pemerintah Sukiman. Pemerintah
Wilopo juga telah membebaskan semua tahanan Razzia Agustus Sukiman.
Setelah gagal dengan MSA, Amerika berusaha mengikat Indonesia dengan
apa yang dinamakan TCA, yang pada hakikatnya adalah juga untuk
memperbudak dan merampok negeri-negeri terbelakang. Amerika juga
berusaha menarik Indonesia ke dalam Pakta Pasifik yang agresif, tetapi
perlawanan Rakyat Indonesia telah menggagalkan usaha Amerika.
Irian Barat, yaitu bagian yang sah dari Republik Indonesia, sampai
sekarang masih langsung dikuasai oleh imperialis Belanda. Irian Barat
adalah daerah yang luasnya 375.000 km2 dan kaya dengan barang pelikan
seperti minyak, batubara, tembaga, osmiridium, platina, sink, nikel,
chroom, mas, perak, besi, asbest, marmer, dll. Dan yang sangat penting
ialah bahwa di Irian Barat terdapat uranium. Walaupun tuntutan Rakyat
Indonesia keras supaya Irian Barat dikembalikan kepada Indonesia,
tetapi imperialis Belanda tidak mau menyerahkannya, karena Irian Barat
memberi harapan- harapan baik untuk keuntungan- keuntungan besar bagi
kapital-kapital besar Belanda dan karena pulau besar ini adalah sangat
diperlukan Amerika untuk kepentingan pakta-paktanya yang agresif,
antara lain Pakta Pasifik.
Teranglah apa yang dinamakan “penyerahan kedaulatan" yang terjadi
pada tanggal 27 Desember 1949, sesuai dengan persetujuan KMB, adalah
untuk menimbulkan lamunan di kalangan Rakyat Indonesia bahwa Indonesia
telah mendapatkan kemerdekaannya yang penuh dan bahwa “penyerahan
kedaulatan" adalah “nyata, komplit dan tak bersyarat".
Kenyataan-kenyataan yang pahit selama tiga tahun “merdeka" di bawah
kontrol Belanda dan Amerika, memaksa Presiden Sukarno, dalam pidatonya
pada hari ulang tahun ke-VII proklamasi kemerdekaan, tanggal 17 Agustus
1952, mengakui bahwa penyerahan kedaulatan adalah tidak nyata, tidak
komplit dan bukannya tidak bersyarat. Selanjutnya Sukarno berkata :
“Sehingga dengan demikian, perjuangan kita melawan penjajahan di tanah
air kita sendiri, belumlah boleh dikatakan habis". Satu ucapan yang
terang bersifat menentang persetujuan KMB yang khianat. Kenyataan
terlalu kuat untuk tidak mengakui palsunya “penyerahan kedaulatan"
menurut persetujuan KMB.
Cengkeraman krisis ekonomi dan kemelaratan rakyat Indonesia yang setengah jajahan
Telah banyak dibicarakan oleh golongan yang berkuasa tentang rencana
untuk pembangunan, industrialisasi dan kesejahteraan ekonomi. Tetapi
sesungguhnya, Indonesia sekarang berada dalam cengkeraman krisis
ekonomi yang terus-menerus dan sudah dekat pada keruntuhannya.
Jumlah produksi Indonesia dalam tahun 1952 merosot menjadi 65% sampai
85% jika dibandingkan dengan tahun 1938. Menurut Kantor Pusat Statistik
Indonesia, dalam sepuluh bulan pertama dari tahun 1952 Indonesia
mempunyai surplus import 1.360 juta rupiah, sedangkan tahun 1951 telah
ada balans yang menguntungkan sebanyak 1.077 juta rupiah. Ini terutama
disebabkan karena sangat merosotnya harga barang-barang ekspor
Indonesia yang 70 sampai 80% terdiri dari bahan-bahan karet, timah dan
kopra. Ini terutama disebabkan oleh politik Embargo dan blokade dari
imperialis Amerika.
Menurut nota keuangan menteri keuangan Sumitro, penghasilan negara
tahun 1953 kira-kira 7,5 miliar; 73% dari penghasilan ini didapat dari
pajak-pajak, 24,5% dari penghasilan lain yang pada hakikatnya juga
pajak, dan hanya 2,5% didapat dari keuntungan perusahaan negara.
Tetapi di samping krisis ekonomi yang terus menerus mencengkeram
Indonesia, keuntungan kapital Belanda dalam tahun 1951 berjumlah lebih
dari 1,5 miliar rupiah, yaitu jumlah yang belum pernah dicapai sejak
tahun 1926, tahun keemasan bagi modal asing di Indonesia.
Cengkrraman krisis ekonomi yang terus menerus dengan sendirinya
membikin tingkat hidup sangat merosot dan makin lama makin merosot
lagi. Juga kemajuan Rakyat di lapangan pendidikan dan kebudayaan
menjadi sangat terhalang.
Upah kaum buruh Indonesia sangat rendah, sedang upah riilnya terus
merosot berhubung dengan harga barang-barang terus meningkat. Menurut
Kantor Pusat Statistik pada bulan Desember tahun 1951, untuk makanan
satu orang dibutuhkan 155,49 rupiah tiap2 bulan. Sedangkan menurut
angka-angka resmi juga, upah terendah tahun 1951 ialah 117,— rupiah
sebulan atau 5,20 rupiah sehari buat buruh pertambangan, pabrik,
bangunan dan transport. Jadi, upah seorang buruh untuk memenuhi
kebutuhan makan satu orang saja tidak cukup. Belum lagi ongkos makan
untuk anak dan istrinya serta kebutuhan-kebutuhan lain yang juga
menjadi kebutuhan pokok seperti pakaian dan perumahan. Upah 5,20 rupiah
sehari ini baru berlaku bagi buruh pertambangan, pabrik, bangunan dan
transport, sedangkan di perusahaan-perusahaan rokok, batik, tekstil,
kulit, percetakan, bahan makanan, pertanian, dll., upah masih berada di
antara 3 dan 4 rupiah sehari, dan buruh ini merupakan jumlah yang
terbanyak. Ketetapan upah minimum bagi kaum buruh tidak ada sehingga
upah buruh yang paling rendah ditentukan dengan sewenang-wenang oleh
pihak majikan. Dibanding dengan tahun-tahun sebelum perang kebutuhan
sehari-hari naik 30 sampai 40 kali, sedangkan upah rata-rata hanya naik
10 kali.
Menurut keterangan pihak pemerintah, jumlah penganggur dan setengah
penganggur dari seluruh Rakyat Indonesia ada 15 juta, dan bagian
terbesar, yaitu kira-kira 10 juta terdiri dari kaum tani miskin dan
tani tak-bertanah. Sedangkan lainnya terdiri dari kaum buruh dan kaum
miskin kota. Pengangguran kaum buruh yang tercatat dalam tahun 1950 ada
179.546 orang sedang tahun 1951 ada 252.671 orang, artinya dalam satu
tahun bertambah dengan lebih dari 40%. Bagian terbesar dari kaum buruh
yang menganggur tidak mendaftarkan diri karena kecilnya kemungkinan
untuk mendapat bantuan dari pemerintah, yang berupa pekerjaan maupun
sokongan uang. Kantor Pendaftar Kaum Penganggur termasuk salah satu
kantor yang sangat tidak populer.
Kedudukan kaum tani, yang merupakan kira-kira 70% dari seluruh Rakyat
Indonesia, tidaklah lebih baik daripada waktu-waktu yang lampau. Di
Indonesia masih berkuasa sisa-sisa feodalisme yang penting dan berat,
yaitu: hak tuan tanah besar untuk memonopoli milik tanah yang
dikerjakan oleh kaum tani yang bagian terbesar tidak mungkin memiliki
tanah dan karena itu terpaksa menyewa tanah dari dari pemilik-pemilik
tanah menurut syarat apa saja; pembayaran sewa tanah dalam ujud barang
kepada tuantanah-tuantanah yang merupakan bagian sangat terbesar dari
hasil panen kaum tani dan yang mengakibatkan kemelaratan daripada
bagian terbesar kaum tani; Sistem sewa tanah dalam bentuk kerja di tanah
tuantanah-tuantanah, yang menempatkan bagan terbesar dari kaum tani
dalam kedudukan hamba; yang terakhir ialah tumpukan hutang-hutang yang
menjerat batang leher bagian terbesar kaum tani dan yang menempatkan
mereka dalam kedudukan budak terhadap pemilik-pemilik tanah. Akibat
daripada sisa-sisa feodalisme ini adalah terang: terbelakangnya teknik
pertanian, kemelaratan bagian terbesar dari kaum tani, susutnya pasar
dalam negeri, tidak mungkinnya mengindustrialisasi negeri.
Pembicaraan tentang mengindustrialisasi Indonesia adalah pembicaraan
yang kosong belaka, selama pembicaraan tentang ini tidak dihubungkan
dengan soal pemberian tanah dengan cuma-cuma kepada kaum tani untuk
dikerjakannya sendiri. Bukankah negeri yang berindustri menghendaki
Rakyat yang kuat membeli hasil industri? Selama kaum tani, artinya 70%
dari Rakyat Indonesia, masih hidup melarat, maka kaum tani tidak
mempunyai kekuatan untuk membeli hasil industri. Jelaslah, bahwa
industri tidak mungkin berkembang di negeri dimana Rakyatnya masih
berada dalam kedudukan budak atau hamba.
Dalam Indonesia setengah jajahan, kaum inteligensia Indonesia tidak
mempunyai hari depan yang baik. Keinginan untuk menuntut pelajaran di
Indonesia adalah sangat besar. Ini dapat dilihat dari angka-angka sbb :
sebelum perang jumlah siswa dari semua fakultet kira-kira 1.000 orang,
sedangkan dalam tahun 1953 jumlah pelajar sekolah tinggi ada 10.000
orang. Kurangnya alat-alat dan sukarnya penghidupan para siswa tidak
memungkinkan hasil studi yang baik. 80% daripada siswa terpaksa belajar
sambil bekerja untuk mencari nafkah. Pada permulaan tahun 1953 harga
buku pelajaran dari luar negeri naik dengan 300%. Beberapa angka lagi
mengenai pendidikan: pada permulaan 1951 murid sekolah Rakyat berjumlah 6
juta, jumlah ini tiga kali daripada jumlah sebelum perang, dan jumlah
ini baru memenuhi 40% daripada anak-anak Rakyat yang mau sekolah.
Sedangkan yang 60% walaupun sudah cukup umurnya dan mau bersekolah,
terpaksa tidak bersekolah karena kekurangan sekolah. Jumlah buta huruf
masih tetap besar, yaitu kira-kira 80% dari seluruh penduduk.
Teranglah, bahwa di lapangan pendidikan dan kebudayaan, Indonesia masih
tetap terbelakang.
Pemerintah Indonesia yang terikat oleh persetujuan KMB tidak membela
kepentingan perdagangan dan industri nasional yang perkembangannya
sangat lambat itu, Borjuasi nasional tidak hanya tidak mungkin
meluaskan usaha-usahanya dan mendirikan perusahaan-perusahaan industri
yang baru, tetapi ia juga tidak mampu mempertahankan kedudukannya yang
ada terhadap serangan-serangan modal asing, serangan-serangan kapitalis
Belanda, Amerika dan Jepang. Lemahnya kekuatan membeli dari Rakyat
juga merupakan faktor yang penting yang menyebabkan hancurnya
perdagangan dan industri nasional. Hampir saban hari dalam
suratkabar-suratkabar Indonesia dimuat keluhan daripada pedagang dan
pengusaha perindustrian nasional tentang kesulitan-kesulitan mereka dan
tentang penutupan perusahaan-perusahaan mereka. Penutupan
perusahaan-perusahaan nasional ini lebih memperbanyak jumlah kaum
penganggur.
Demikianlah keadaan Indonesia sekarang, Indonesia setengah jajahan dan
setengah feodal. Selama keadaan di Indonesia masih tetap tidak
berubah, artinya selama kekuasaan imperialisme belum digulingkan dan
sisa-sisa feodalisme belum dihapuskan, Rakyat Indonesia takkan mungkin
bebas dari keadaan melarat, terbelakang dan pincang. Kekuasaan
imperialisme dan dan sisa-sisa feodalisme tidak akan hapus selama
kekuasaan negara di Indonesia ada di tangan tuan-tuan feodal dan
komprador yang kepentingannya berhubungan erat dengan kapital asing,
karena kekuasaan negara yang demikian mempertahankan penindasan
imperialis dan sisa-sisa feodal di Indonesia.
Dengan front persatuan nasional menuju kemerdekaan nasional yang penuh
Dengan menarik pelajaran dari pengalaman pemberontakan tahun
1926-27 yang kalah, dengan menarik pelajaran dari Revolusi Rakyat
1945-48 yang gagal dan dari Provokasi Madiun bulan September 1948 yang
kejam, Rakyat Indonesia di bawah pimpinan kelas buruh Indonesia
berjuang dengan militan untuk keluar dari keadaan setengah jajahan dan
setengah feodal. Rakyat Indonesia, sebagaimana juga Rakyat negeri2
lain, mempunyai tradisi dan semangat revolusioner yang gemilang.
Kaum buruh Indonesia yang berjumlah kira-kira 6 juta yang sejak
permulaan abad ke-XX sudah memelopori perjuangan kemerdekaan nasional,
sekarang dalam keaadaan yang lebih terorganisasi dan lebih berdisiplin,
berdiri di barisan paling depan daripada perjuangan untuk demokrasi,
kemerdekaan nasional yang penuh dan perdamaian.
Kira-kira 50% dari seluruh kaum buruh Indonesia, yaitu sejumlah 3
juta, sudah terorganisasi. Menurut laporan dalam Konferensi Nasional
SOBSI bulan Oktober 1952, 2,5 juta atau 85% dari kaum buruh yang sudah
terorganisasi tergabung dalam SOBSI, terutama buruh
perusahaan-perusahaan vital seperti kereta api, minyak, transport
bermotor, kapal dan pelabuhan, perkebunan, pabrik gula, dsb. Sedangkan
15% dari buruh yang terorganisasi, yaitu sejumlah 0.5 juta
terorganisasi dalam serikatburuh yang didirikan oleh kaum sosialis
kanan, kaum nasionalis, kaum Masyumi, kaum Katolik reaksioner dan kaum
trotskis. Front persatuan buruh, yaitu front yang lahir berdasarkan
aksi-aksi bersama antara buruh anggota SOP dan bukan-SOBSI makin lama
makin erat. Kaum sosialis, kanan, kaum trotskis, kaum Masyumi dan kaum
Katolik reaksioner giat berusaha untuk menimbulkan perpecahan di
kalangan kaum buruh dan di dalam serikatburuh yang progresif; tetapi
ternyata bahwa keinginan bersatu dari kaum buruh jauh lebih kuat
daripada usaha memecah yang jahat dari musuh-musuh kelas buruh dan
musuh-musuh Rakyat.
Dalam tahun 1950 di samping pemogokan-pemogokan kecil yang banyak,
telah terjadi pemogokan-pemogokan besar, antara lain pemogokan buruh
perkebunan sebanyak 700.000 orang selama 50 hari yang berakhir dengan
kemenangan pihak buruh. Menurut keterangan pihak pemerintah, selama
tahun 1951 pemogokan yang tercatat berjumlah 541 dan meliputi 319.030
buruh. Dengan pemogokan-pemogokan ini kaum modal ditaksir telah
menderita kerugian dengan kehilangan 3.719.914 hari kerja. Jumlah ini
adalah sangat besar jika dibanding dengan pemogokan-pemogokan dalam
tahun 1940, dimana hanya terjadi 42 pemogokan, hanya diikuti oleh 2.115
buruh dan hanya merugikan kaum modal dengan hilangnya 32 hari kerja.
Umumnya pemogokan-pemogokan terjadi berhubung dengan tuntutan-tuntutan
kenaikan upah, menentang massa ontslag dan menentang peraturan larangan mogok yang jahat.
Aksi-aksi kaum buruh yang makin hari makin banyak dan makin meluas
telah mengancam eksploitasi kolonial dan mengancam persiapan perang
Amerika. Keadaan ini telah menyebabkan pemerintah Sukiman, penjaga yang
setia daripada eksploitasi kolonial dan aparat daripada mesin perang
Amerika, dalam bulan Agustus 1951 memerintahkan mengadakan penangkapan
besar-besaran terhadap kaum Komunis dan kaum progresif pada umumnya.
Pemogokan-pemogokan terjadi sekalipun ada peraturan larangan mogok,
yaitu peraturan kekuasaan militer tahun 1951 yang dibuat berdasarkan
undang-undang “Staat van Oorlog en Beleg" (SOB) daripada
pemerintah kolonial Belanda. Kemudian peraturan kekuasaan militer
diganti dengan Undang-Undang Darurat yang diciptakan oleh menteri
perburuhan Tejasukmana. Menurut “Undang-Undang Tejasukmana" ini, kaum
buruh yang mau beraksi 21 hari sebelumnya harus memberitahukan lebih
dulu kepada pemerintah. Pihak pemerintah berhak memperpanjang batas
waktu 21 hari dan pemerintah mempunyai hak veto dalam menyelesaikan
perselisihan-perselisihan antara buruh dengan majikan. Untuk
menyelesaikan perselisihan-perselisihan antara buruh dengan majikan
pemerintah membentuk Panitia Arbitrase. Dengan sendirinya putusan
Panitia Arbitrase dari pemerintah reaksioner menguntungkan majikan dan
merugikan kaum buruh. Oleh karena itulah kaum buruh Indonesia
mengadakan protes-protes, demonstrasi-demonstrasi dan
pemogokan-pemogokan menuntut hapusnya undang-undang ini. Juga massa
Rakyat lainnya menyokong tuntutan kaum buruh. Dalam parlemenpun sudah
diajukan gugatan-gugatan tentang “Undang-undang Tejasukmana" ini dan
tentang pemimpin-pemimpin buruh yang ditangkap karena dianggap
melanggar undang-undang ini.
Di samping mengadakan peraturan-peraturan dan undang-undang yang
membatasi hak-hak kaum buruh, kaum reaksioner melemparkan
fitnahan-fitnahan kepada kaum buruh dengan maksud mengisolasi kaum
buruh yang beraksi dari golongan Rakyat lainnya, agar dengan demikian
gerakan buruh menjadi lemah dan persatuan nasional lepas dari pimpinan
kelas buruh. Kaum reaksioner antara lain memfitnah bahwa aksi-aksi kaum
buruh berarti menghalangi pembangunan nasional, mengakibatkan
meningkatnya harga barang dan inflasi. Dalam memfitnah ini
pemimpin-pemimpin Masyumi, kaum sosialis kanan, kaum trotskis dan
kantor propaganda Amerika USIS ambil bagian yang terpenting.
Untuk melawan tuan tanah, melawan kaum reaksioner dan kaum imperialis,
ber-juta-juta kaum tani sudah menyusun diri dalam berbagai organisasi.
Organisasi-organisasi kaum tani yang terpenting menggabungkan diri
dalam Front Persatuan Tani (FPT), yaitu organisasi federasi dari kaum
tani yang mengadakan kerja sama yang baik dengan SOBSI dan dengan
organisasi-organisasi progresif lainnya.
Ratusan ribu kaum tani yang tergabung dalam Front Persatuan Tani, dan
yang dimana mungkin mengadakan kesatuan aksi dengan organisasi tani di
luar front ini, telah memelopori perjuangan yang sengit daripada
berjuta-juta kaum tani untuk turunnya sewa tanah, untuk hapusnya
pajak-pajak yang sangat berat, untuk hapusnya kerja paksa, untuk
menentang perampasan tanah oleh tuantanah-tuantanah Indonesia dan
perkebunan asing dan untuk mendapatkan tanah dengan cuma-cuma sebagai
milik perseorangan mereka. Di samping itu kaum tani Indonesia berjuang
dengan sengit melawan gerombolan2 teror yang diorganisasi oleh kaum
penjajah dan tuantanah-tuantanah Indonesia.
Di-kota-kota, di samping gerakan buruh yang makin hari bertambah maju,
kaum inteligensia juga ambil bagian dalam memperkuat gerakan progresif
dan perdamaian. Mereka memperkuat organisasi-organisasi yang sesuai
dengan vaknya masing-masing atau menceburkan diri ke dalam gerakan
perdamaian dan gerakan kebudayaan Rakyat. Keadaan Indonesia yang
setengah jajahan dan setengah feodal, tidak memungkinkan kaum
inteligensia yang jujur untuk tidak berpikir dan tidak berbuat guna
mendapatkan jalan keluar, jalan kemerdekaan dan kebebasan.
Kaum pemuda dan pelajar, terorganisasi dalam organisasinya
masing-masing, sesuai dengan tradisinya yang revolusioner sejak
permulaan abad ke-XX dan terutama selama revolusi tahun 1945-48,
merupakan elemen yang aktif dalam perjuangan untuk kemerdekaan,
demokrasi dan perdamaian. Demikian juga gerakan kaum wanita makin lama
makin nampak kemajuannya dalam melawan adat: feodal, melawan eksploitasi
kolonial dan dalam perjuangan untuk perdamaian. Gerakan pemuda,
pelajar dan wanita terus mempererat hubungannya dengan pemuda, pelajar
dan wanita demokratis sedunia.
Keadaan yang pincang di lapangan perdagangan dan industri telah
menimbulkan protes2 keras dari kalangan pengusaha-pengusaha perkebunan
Rakyat, dari kalangan perdagangan dan perindustrian bangsa Indonesia.
Tuntutan-tuntutan makin lama makin keras untuk tidak mengakui embargo
terhadap RRT yang dipaksakan oleh imperialis Amerika, dan supaya ada
hubungan dagang yang normal dengan semua negeri, termasuk negeri-negeri
Demokrasi Rakyat dan Soviet Uni. Terutama berhubung dengan Indonesia
saban tahun harus mengimpor beras sebanyak 800.000 sampai 900.000 ton
dan berhubung harga karet sangat merosot karena ditekan oleh Amerika,
timbullah tuntutan yang sangat keras supaya ada pertukaran langsung
antara karet Indonesia dengan beras Tiongkok. Keinginan untuk
mendapatkan mesin-mesin dari Soviet Uni dan negeri-negeri Demokrasi
Rakyat adalah sangat besar dari kalangan pengusaha industri bangsa
Indonesia.
Saudara-Saudara dan Kawan-Kawan seperjuangan!
Kemajuan gerakan buruh telah menjadi inspirator bagi kelas-kelas dan
golongan-golongan lain untuk juga mengorganisasi diri dan berjuang guna
demokrasi, perdamaian, kemerdekaan dan kebebasan. Kaum buruh Indonesia
di samping berjuang untuk memperbaiki tingkat hidupnya sendiri juga
memperluas dan mempertinggi tugas-tugasnya. Ia membantu perjuangan
kelas-kelas lain. Kaum buruh membantu perjuangan kaum tani untuk
mendapatkan tanah, perjuangan kaum inteligensia, pemuda dan wanita
untuk mendapatkan hak-haknya yang pokok, perjuangan borjuasi nasional
melawan persaingan asing, perjuangan seluruh Rakyat Indonesia untuk
kemerdekaan nasional yang penuh, untuk demokrasi dan perdamaian.
Takut akan kekuatan kelas buruh yang makin berkembang, dan dengan ini
berkembang pula kekuatan persatuan nasional, takut akan
pemogokan-pemogokan dan yakin bahwa dengan tindakan kekerasan saja
serta dengan undang-undang yang berbau fasis tidak akan dapat
menghancurkan kelas buruh, kaum reaksioner mendirikan
serikatburuh-buruh kuning sebagai persiapan menuju front buruh secara
Hitler. Pelopor daripada serikatburuh-serikatburuh kuning ini terutama
terdiri dari pemimpin-pemimpin Masyumi, sosialis kanan, trotskis, dan
agen USIS dan FBI. Mereka ini memegang peran penting dalam
tindakan-tindakan fasis seperti Razzia Agustus 1951, mereka mengadakan
kerja sama yang erat dengan kepolisian dan mereka bertindak sebagai
spion dalam gerakan buruh.
Kaum buruh Indonesia berjuang dengan sengit terhadap aksi-aksi memecah
dari orang Sjahrir dalam serikatburuh perkebunan, serikatburuh textil
dan lain-lain serta aksi-aksi memecah dari kaum trotskis dalam
serikatburuh pabrik gula, serikatburuh listrik dan lain-lain, terhadap
aksi-aksi memecah dari Serikat Buruh Islam Indonesia yang dipimpin oleh
pemimpin-pemimpin Masyumi dan serikatburuh Katolik yang dipimpin oleh
agen-agen USIS dan FBI. Kaum buruh Indonesia yang revolusioner
memandang semuanya ini sebagai pekerjaan musuh-musuhnya yang
menyelundup ke dalam barisan kaum buruh.
Dalam keadaan sekarang adalah satu kenyataan, bahwa aksi-aksi kaum
buruh Indonesia dalam membela kepentingan-kepentingan sehari-hari di
lapangan ekonomi dan sosial makin lama makin erat terjalin dengan
perjuangan untuk perdamaian. Persiapan perang kaum imperialis telah
menyebabkan lebih intensifnya eksploitasi atas kaum buruh, lebih
hebatnya serangan-serangan terhadap tingkat hidup kaum buruh, makin
meningkatnya harga kebutuhan hidup, makin tingginya pajak-pajak dan
makin banyaknya kaum penganggur. Organisasi-organisasi kaum buruh
Indonesia yang progresif yang tergabung maupun yang tidak tergabung
dalam SOBSI, mengerti akan keadaan ini dan oleh karena itu senantiasa
menghubungkan perjuangan untuk kepentingan sehari-hari dengan kewajiban
yang kardinal (pokok) dari zaman kita sekarang, yaitu perjuangan untuk
perdamaian dan melawan militerisasi, perjuangan untuk menggagalkan
rencana perang dunia baru yang sedang disiapkan di bawah arsitektur
Amerika.
Dalam tahun-tahun belakangan ini dua kali bencana besar menyerang
gerakan buruh dan gerakan demokratis lainnya di Indonesia. Pertama,
tindakan ultra reaksioner dari pemerintah Sukiman dalam bulan Agustus
1951, dan yang kedua bencana percobaan coup d'etat kaum sosialis kanan
dalam bulan Oktober 1952. Kedua-duanya bermaksud memfasiskan sistem
pemerintahan Indonesia, bermaksud mendirikan diktator militer, dimana
hak-hak serikatburuh dan organisasi Rakyat lainnya tidak diakui. Tetapi
kedua bencana ini telah dapat digagalkan oleh kekuatan persatuan
Rakyat dan kekuatan gerakan demokratis. Kemenangan Rakyat Indonesia
atas tindakan-tindakan ultra reaksioner ini telah memberi keyakinan
kepada Rakyat Indonesia, terutama kepada kaum buruh Indonesia, bahwa
bahaya fasisme dapat dikalahkan asal kaum buruh waspada dan berjuang
dengan militan, asal kaum buruh dapat menarik golongan Rakyat lainnya
dalam perjuangan menjunjung hak-hak demokrasi. Pengalaman-pengalaman
ini sangat penting untuk perjuangan kelas buruh dan seluruh Rakyat
Indonesia dalam waktu-waktu yang akan datang.
Demikianlah, bersamaan dengan berjuang untuk kenaikan upah, untuk
melawan pengangguran, melawan ras-diskriminasi, untuk hak-hak
serikatburuh dan untuk jaminan sosial, kaum buruh Indonesia juga
berjuang dengan militan untuk kepentingan seluruh Rakyat Indonesia.
Kelas buruh Indonesia berjuang untuk menggalang persekutuan yang erat
dengan kaum tani, yaitu golongan Rakyat yang terbesar dan juga sangat
tertindas. Kelas buruh Indonesia terus mendidik diri agar dapat menjadi
pemimpin dan organisator dalam perjuangan untuk membatalkan persetujuan
KMB, untuk membatalkan Uni Indonesia-Belanda, untuk mengusir Misi
Militer Belanda (MMB) dari Indonesia, untuk melenyapkan embargo dan
blokade terhadap negeri-negeri demokrasi, untuk melepaskan Indonesia
dari ikatan perjanjian San Fransisco, untuk mengadakan hubungan dagang
dan hubungan diplomatik yang normal dan saling menguntungkan, untuk
menolak TCA dan menentang Pakta Pasifik, yang agresif yang mau
dipaksakan oleh imperialis Amerika. Dengan demikian, kelas buruh
Indonesia berjuang untuk memenuhi tugas sejarahnya, tugas memberi
pimpinan kepada seluruh kekuatan nasional di Indonesia dalam menuju
kemerdekaan nasional yang penuh, dalam menuju demokrasi, kesejahteraan
dan perdamaian.
Teguhnya perjuangan kelas buruh Indonesia dan PKI dalam membela
kebebasan-kebebasan demokrasi, ketika kebebasan-kebebasan yang hanya
sedikit ini mau dilenyapkan oleh klik Sukiman atas perintah Amerika dan
kemudian oleh klik Sjahrir atas perintah Inggris dan Belanda, telah
memungkinkan PKI menghimpun massa yang lebih luas d isekitarnya.
Dimana-mana di seluruh negeri terbentuk kerja sama yang baik antara PKI
dengan elemen demokratis, termasuk orang progresif dalam Partai
Nasional Indonesia (PNI) dan partai-partai lain, dalam melawan bahaya
fasisme yang mau dipaksakan oleh imperialis Amerika, Belanda dan
Inggris.
Kejadian-kejadian ini semua membuktikan kebenaran ucapan kawan Stalin
pada penutupan Kongres ke-XIX Partai Komunis Soviet Uni, yaitu bahwa
Partai-partai Komunis dan Partai-partai Demokratis hanya bisa
menghimpun massa di sekitarnya jika Partai menjunjung panji-panji
kebebasan demokrasi borjuis yang sudah dibuang oleh kaum borjuis.
“Tidak ada orang lain yang bisa menjunjung panji-panji ini", demikian
kata kawan Stalin, dan dengan ini ditekankannya bahwa hanya
Partai-Partai Komunis dan Partai-partai Demokratislah yang bisa
menjunjung panji-panji kebebasan demokrasi borjuis.
Kejadian ini semua menanamkan keyakinan yang lebih dalam pada Rakyat
Indonesia, terutama pada kelas buruh Indonesia, bahwa hanya
persatuanlah, persatuan daripada semua kekuatan anti-imperialisme dan
anti-feodalisme yang dapat memenangkan perjuangan Rakyat.
Front Persatuan Nasional yang dibentuk atas dasar persekutuan buruh
dan tani, yang dipimpin oleh kelas buruh, dan diciptakan sebagai hasil
gerakan Rakyat yang seluas-luasnya dan perjuangan revolusioner daripada
massa. Inilah jaminan bagi Rakyat Indonesia untuk membebaskan diri
sama sekali dari penjajahan imperialisme Belanda dan untuk menggagalkan
politik agresi Anglo-Amerika di Indonesia. Inilah jaminan bagi Rakyat
Indonesia untuk membangun Indonesia Baru, Indonesia yang merdeka penuh.
Inilah jaminan yang memungkinkan Rakyat Indonesia untuk mendirikan
suatu pemerintah Demokrasi Rakyat yang akan menjalankan program
Demokrasi Rakyat dan memimpin Rakyat menuju kemenangan. Oleh karena itu
adalah kewajiban Rakyat Indonesia untuk senantiasa memperluas dan
memperkuat Front Persatuan ini, memperluas dan memperkuatnya dengan
melalui aksi-aksi sehari-hari untuk tuntutan ekonomi dan politik
daripada Rakyat.
Saudara-saudara dan Kawan-Kawan seperjuangan !
Belum lengkap uraian ini jika tidak disertai keterangan mengenai
politik PKI menyokong pemerintah Wilopo. Sokongan PM terhadap
pemerintah Wilopo adalah sokongan yang pertama kali diberikan oleh PKI
pada pemerintah Indonesia sejak permulaan tahun 1948, yaitu sesudah
bubarnya pemerintah front persatuan yang dipimpin oleh Kawan Amir
Sjarifuddin. Sebagaimana sudah dijelaskan dalam pernyataan-pernyataan
dan keterangan-keterangan PKI, politik PKI menyokong pemerintah Wilopo
adalah satu-satunya politik yang tepat. Dengan ini sama sekali tidak
berarti bahwa PKI menganggap pemerintah Wilopo sebagai pemerintah yang
benar-benar demokratis atau benar-benar progresif, dan sebaliknya, PKI
juga tidak mungkin menyamakan pemerintah Wilopo dengan
pemerintah-pemerintah Hatta, Sukiman dan Natsir yang sangat reaksioner
itu.
Dalam menentukan sikap politiknya PKI senantiasa berpedoman pada
Marxisme-Leninisme dan berdasarkan perimbangan kekuatan sosial yang ada.
PM wajib senantiasa memperhitungkan keadaan perimbangan kekuatan
sosial yang tidak stabil di Indonesia. Berdasarkan inilah PKI bisa
mempunyai tiga macam sikap terhadap pemerintah-pemerintah sebelum
pemerintah Demokrasi Rakyat. Pertama, jika pemerintah itu sangat
reaksioner seperti pemerintah Hatta, Natsir dan Sukiman, PKI
memobilisasi seluruh Rakyat untuk menjatuhkan pemerintah reaksioner itu
dan untuk mendirikan pemerintah yang maju atau agak maju. Kedua, jika
pemerintah itu agak maju seperti pemerintah Wilopo dalam waktu-waktu
ketika ia baru dibentuk, PKI bisa memberikan sokongannya sampai
batas-batas yang tertentu, walaupun PKI sendiri tidak ikut di dalamnya.
Ketiga, jika pemerintah itu adalah pemerintah front persatuan, artinya
pemerintah yang terdiri dari elemen-elemen demokratis termasuk Partai
Komunis, seperti pemerintah-pemerintah Republik Indonesia selama
Revolusi Rakyat 1945-1948, dengan sendirinya PKI memberikan sokongannya.
Karena tekanan-tekanan menteri-menteri reaksioner, terutama
tekanan-tekanan dari menteri-menteri Masyumi dan PSI, pemerintah Wilopo
dalam waktu-waktu belakangan ini sudah tidak lagi memperlihatkan
sifat-sifatnya yang agak maju. Untuk mendorong elemen-elemen demokratis
dalam pemerintah Wilopo agar mereka tidak berkapitulasi lebih jauh
pada elemen-elemen reaksioner, pada tanggal 9 Mei 1953 PKI mengeluarkan
pernyataan, bahwa PKI hanya bersedia menyokong pemerintah Wilopo jika
ia memenuhi syarat-syarat minimum yang diajukan oleh PKI, yang menjamin
adanya keamanan Rakyat, hak-hak demokrasi, perkembangan ekonomi
nasional dan politik luar negeri yang menuju perdamaian dunia yang
abadi.
Hadirin yang terhormat
Saudara-Saudara dan Kawan-Kawan seperjuangan !
Sebagaimana juga pada peringatan tahun yang lampau, pada peringatan
ulang tahun PKI yang ke-33 ini, kami dari Partai Komunis Indonesia
menyerukan kepada seluruh Rakyat Indonesia, pada semua golongan dan
partai-partai yang demokratis, untuk mempererat dan meluaskan persatuan
nasional kita. Marilah kita meneruskan tradisi persatuan nasional
kita, tradisi “Radicale Concentratie", tradisi PPPKI, GAPI,
“Konsentrasi Nasional", BPP dll. Marilah kita menciptakan persatuan
yang lebih kuat daripada persatuan-persatuan yang sudah pernah dicapai
oleh bangsa kita. Marilah kita melanjutkan tradisi perwira daripada
Rakyat kita dan daripada pahlawan-pahlawan nasional kita. Marilah
melanjutkan tradisi perwira, tradisi persatuan dan tradisi revolusioner
daripada Revolusi Agustus 1945.
Rakyat Indonesia yang sudah melalui perjuangan yang lama dan sulit,
yang sudah melalui jalan perjuangan yang berliku-liku, dipimpin oleh
Partai Komunis Indonesia yang berpedoman pada ajaran-ajaran Marx,
Engels, Lenin dan Stalin, tidak diragukan lagi pasti akan mencapai
kemenangannya yang terakhir.
Hidup Rakyat Indonesia yang perwira!
Hidup persatuan nasional Rakyat Indonesia!
Hidup demokrasi dan perdamaian!
Hidup Indonesia, tanah airku!
--------------------------------------------------
Keterangan tentang beberapa nama
“Radicale Concentratie": front persatuan nasional yang
didirikan pada pertengahan bulan November 1918 dan di dalamnya antara
lain tergabung Serikat Islam, Budi Utomo, Insulinde, Pasundan dan ISDV.
PPPKI: Permufakatan Perhimpunan2 Politik Kebangsaan
Indonesia, yaitu front persatuan nasional yang didirikan pada 17
Desember 1927 dan di dalamnya tergabung antara lain Partai Nasional
Indonesia, Partai Serikat Islam, Budi Utomo, Pasundan, Serikat
Sumatera, Kaum Betawi, Indonesische Studie-club. Pemuka PPPKI antara
lain Ir. Sukarno, Kusumo Utojo dan Thamrin.
GAPI : Gabungan Politik Indonesia, yaitu front persatuan
nasional didirikan bulan Mei 1939 dan didalamnya antara lain tergabung
Parindra, Gerindo, Pasundan, Persatuan Minahasa, PSII, Partai Islam
Indonesia, Persatuan Politik Katolik Indonesia. Sekretariat GAPI pada
permulaan didirikan terdiri dari Abikusno (PSII), Thamrin (Parindra)
dan Mr. Amir Sjarifuddin (Gerindo).
Konsentrasi Nasional : front persatuan nasional yang
didirikan di Yogyakarta untuk menghimpun segenap kekuatan nasional guna
membela Republik Indonesia terhadap serangan-serangan imperialis
Belanda. Pertentangan2 antara partai2 dan organisasi2 massa yang
tergabung dalam front ini menyebabkan front ini sangat lemah. yang
menjadi Ketua front ini jalah PKI (Sarjono) dan Penulisnya PNI
(Mangunsarkoro).
BPP: Badan Permusjawaratan Partai2, yaitu front persatuan
nasional yang didirikan di Jakarta oleh 11 partai-partai. Piagam
Persetujuannya ditandatangani pada tanggal 31 Maret 1951 antara lain
oleh Abikusno Cokrosujoso (PS II), D. N. Aidit (PKI), Dr. Rustamaji
(Partai Rakyat Indonesia), Haji Sirajuddin Abbas (Partai Islam Perti).
Selain daripada partai2, di dalam front ini diterima juga organisasi2
massa sebagai anggota luarbiasa. BPP mempunyai Program Bersama.
Comments
Post a Comment