The 'evil' Lady Itu Bernama Aung San Suu Kyi?
Ada petuah bijak yang sangat membantu bagaimana
cara kita mengukur dan mengetahui kualitas seorang manusia dan
kemanusiaannya. Petunjuknya sangat sederhana, beri dia kekuasaan maka
kadar asli kemanusiaan--bahkan watak dasar--seseorang akan muncul dan
terbaca dengan jelas!
Kebenaran petuah ini sudah terbukti. Setidaknya
sebagai saksi telah saya alami sendiri betapa seseorang bisa cepat
berubah ketika kekuasaan ada dalam genggamannya. Yang semula pro-rakyat
miskin, bisa begitu cepat berubah menjadi hedonis pendukung kaum The Have. Lupa akan janjinya sendiri saat berkampanye meminta dukungan rakyat agar memberinya kepercayaan memimpin negeri ini.
Terjadi bukan hanya sekali, karenanya sudah
terbiasa menelan kepahitan ini. Penghianatan demi penghianatan sudah
menjadi bagian tak terpisahkan dari catatan sejarah perjalanan para
pemimpin kita sejak rezim Orde Baru berkuasa. Pemimpin mengorbankan
rakyatnya sendiri, bukan lagi sesuatu yang mengejutkan. Karenanya
berubah saat berkuasa berikut sejumlah penghianatan yang dilakukan,
bukan lagi sebuah kejutan.
Saya baru terkejut dan shock
ketika hal buruk ini terjadi pada diri seorang Aung San Suu Kyi.
Perempuan anggun lulusan Oxford, Inggris, ini. Pertama mengenalnya di
tahun 1980-an sebagai pejuang demokrasi di negerinya, Myanmar. Kegigihan
berjuang membebaskan rakyatnya dari opresi rezim militer yang otorite,
membuat lembaga Nobel menganugerahkan 'The Lady' Aung San Suu Kyi,
Nobel Peace Prize, sebagai salah satu tokoh dunia yang memperjuangkan
perdamaian.
Sejak menyandang 'The Lady' penerima Nobel Peace
Price, Aung San Suu Kyi menjadi salah satu dari sedikit perempuan yang
dihormati dan diidolakan masyarakat dunia. Jauh sebelum dirinya menjadi
orang nomer satu di Myanmar. Namun, belum lagi genap lima tahun
berkuasa, citra Aung sebagai perempuan lemah lembut, santun dan penuh
rasa kemanusiaan, berubah drastis. Tragedi Rohingya menobatkan dirinya
sebagai perempuan tersadis, tak punya hati, dan jauh dari rasa
perikemanusiaan. Panggilan The Lady pun berubah menjadi 'The Evil Lady'.
Alasan atas nama Kedaulatan Negara sebagai
justifikasi membunuh penduduk Rohingya tak berdosa, sangat tidak dapat
diterima kecuali menyebut Suu Kyi sebagai penanggungjawab genosida yang
brutal tak berperikemanusiaan! Rezim Suu Kyi berdalih bahwa yang mereka
lakukan menumpas para pemberontak Rohingya Arakan (ARSA) yang melakukan
penyerangan dan membunuh petugas keamanan setempat. Jadi bukan
pembersihan berlatar belakang etnis-agama (ethnic cleansing).
Namun dunia telah mencatat bahwa pembersihan
etnis-agamis itu telah terjadi. Mayoritas korban adalah penduduk
Rohingya asal Bangladesh pemeluk agama Islam. Dunia mengutuk. Indonesia
pun wajib mengutuk perbuatan bar-bar ini! Bahkan bertindak lebih dari
hanya sekadar mengutuk.
Tragis dan menyedihkan. The Lady
yang pernah sangat membanggakan telah diubah oleh kekuasaan menjadi
monster yang menakutkan. Suu Kyi hanya bisa ‘dimaafkan’ bila ternyata
ada sekelompok tentara yg menginginkan citra Suu Kyi hancur di mata
dunia. Ada yang berspekulasi, Suu Kyi banyak diam karena dirinya tengah
‘disandera’ sekelompok tentara. Mungkinkah? Atau memang keji adalah
watak aslinya? Yah, semua bisa terjadi!
Comments
Post a Comment